BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Sindrom cairan ketuban adalah sebuah gangguan langka
dimana sejumlah besar cairan ketuban tiba – tiba memasuki aliran darah. Cairan
ketuban berisi sampah yang dapat menghambat pembuluh darah dan mencairkan darah
yang mempengaruhi koagulasi. Hal ini dapat terjadi bila ada buakaan pada
dinding pembuluh darah dan dapat terjadi jika kelahiran melibatkan tenaga,
wanita tua, sindrom janin mati atau bayi besar. Kondisi ini dapat mengakibatkan
kematian ibu cepat.
Kasus EAK yang paling sering terjadi saat persalinan
baik pervaginam maupun sesar,tidak ada yang bisa aman 100% dari resiko EAK.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan emboli
cairan ketuban
2.
Bagaimana etiologi emboli cairan
ketuban
3.
Apa saja faktor resiko emboli cairan
ketuban
4.
Bagaimana epidemiologi emboli cairan
ketuban
5.
Apa saja tanda dan gejala emboli
cairan ketuban
6.
Bagaimana patofisiologi emboli
cairan ketuban
7.
Apa saja komplikasi emboli cairan
ketuban
8.
Bagaimana penatalaksanaan emboli
cairan ketuban
9.
Bagaimana konsep asuhan keperawatan
emboli cairan ketuban
C. Tujuan
1. Untuk
mengetahui pengertian emboli cairan ketuban
2. Untuk
mengetahui etiologi emboli cairan ketuban
3. Untuk
mengetahui faktor resiko emboli cairan ketuban
4. Untuk
mengetahui epidemiologi emboli cairan ketuban
5. Untuk mengetahui
tanda dan gejala emboli cairan ketuban
6. Untuk
mengetahui patofisiologi emboli cairan ketuban
7. Untuk
mengetahui komplikasi emboli cairan ketuban
8. Untuk
mengetahui penatalaksanaan emboli cairan ketuban
9. Untuk
mengetahui konsep asuhan keperawatan emboli cairan ketuban
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. PENGERTIAN
Emboli
cairan ketuban merupakan sindrom dimana setelah jumlah besar cairan ketuban
memasuki sirkulasi darah maternal,tiba- tiba terjadi gangguan pernapasan yang
akut dan shock.Dua puluh lima persen wanita yang menderita keadaan ini
meninggal dunia dalam waktu 1 jam.Emboli cairan ketuban jarang
dijumpai.Kemungkinan banyak kasus tidak terdiagnosis,diagnosis yang dibuat
adalah shock obstetric,pendarahan postpartum atau edema pulmoner akut.
Emboli
cairan ketuban ditemukan oleh Meyer pada tahun 1926 dari hasil pemeriksaan
postmortem.Pada tahun 1947 diuraikan sindrom klinisnya oleh Steiner dan
Lusbaugh.Mereka memperlihatkan bahwa masuknya cairan ketuban dalam jumlah yang
cukup banyak secara mendadak ke dalam sirkulasi darah maternal akan membawa
kematian ( fatal).
B. ETIOLOGI
1.
Multiparitas dan Usia lebih dari 30
tahun
Shock yang
dalam yang terjadi secara tiba – tiba tanpa diduga pada wanita yang proses
persalinanya sulit atau baru saja menyelesaikan persalinan yang sulit .
Khususnya kalau wanita itu multipara berusia lanjut dengan janin yang amat
besar , mungkin sudah meningal dengan meconium dalam cairan ketuban, harus
menimbulkan kecurigaan, pada kemungkinan ini ( emboli cairan ketuban ) .
2.
Janin besar intrauteri
Menyebabkan
rupture uteri saat persalinan, sehingga cairan ketuban pun dapat masuk melalui
pembuluh darah.
3.
Kematian janin intrauteri
Juga akan
menyebabkan perdarahan didalam, sehingga kemungkinan besar akan ketuban pecah
dan memasuki pembuluh darah ibu, dan akan menyubat aliran darah ibu, sehingga
lama kelamaan ibu akan mengalami gangguan pernapasan karena cairan ketuban
menyubat aliran ke paru, yang lama kelamaan akan menyumbat aliran darah ke
jantung, dengan ini bila tidak tangani dengan segera dapat menyebabkan iskemik
bahkan kematian mendadak.
4.
Menconium dalam cairan ketuban
5.
Kontraksi uterus yang kuat
Kontraksi
uterus yang sangat kuat dapat memungkinkan terjadinya laserasi atau rupture
uteri, hal ini juga menggambarkan pembukaan vena, dengan pembukaan vena, maka
cairan ketuban dengan mudah masuk ke pembuluh darah ibu, yang nantinya akan
menyumbat aliran darah, yang mengakibatkan hipoksia, dispue dan akan terjadi
gangguan pola pernapasan pada ibu.
6.
Insidensi yang tinggi kelahiran
dengan operasi
Dengan
prosedur operasi tidak jauh dari adanya pembukaan pembuluh darah, dan hal ini
dapat terjadi ketuban pecah dan masuk ke pembuluh darah ibu.
C. FAKTOR
RISIKO
Faktor
risiko Antara lain:.
1.
Meningkatnya usia ibu
2.
Multiparitas (banyak anak)
3.
Adanya mekoneum
4.
Laserasi serviks
5.
Kematian janin dalam kandungan
6.
Kontraksi yang terlalu kuat
7.
Persalinan singkat
8.
Plasenta akreta
9.
Air Ketuban yang banyak
10.
Robeknya rahim
11.
Adanya riwayat alergi atau atopi
pada ibu
12.
Adanya infeksi pada selaput ketuban
13.
Bayi besar
D. EPIDEMIOLOGI
Emboli air
ketuban adalah salah satu kondisi paling katastropik yang dapat terjadi dalam
kehamilan.
Kondisi ini
amat jarang 1 : 8000 – 1:30.000 dan samapi saat ini mortalitas maternal dalam
waktu 30 menit mencapai angka 85% meskipun telah diadakan perbaikan sarana ICU
dan pemahaman mengenai hal – hal ynag dapat menurunkan mortalitas,kejadian ini
masih tetap merupakan penyebab kematian ke III di Negara Berkembang.
E. TANDA DAN
GEJALA
Tanda-tanda
dan gejala yang menunjukkan kemungkinan emboli cairan ketuban:
1.
Ketika mencapai paru – paru akan
menyebabkan penyumbatan kapiler paru-paru yang menyebabkan gangguan pada proses
respirasi,dengan gejala dispnea,takipnea,nyeri dada,sianosis,edema paru,dan
syok.
2.
Dapat menyebabkan spasme kuat
pembuluh kapiler paru lalun terjadi pengurangan cardiac output,
hipertensi,bradikardi,serta nantinya akan berlanjut ke gagal jantung kanan akut
dan hipoksemia.
3.
Berlanjut menjadi hilang
kesadaran,hal ini sekitar 25-50% dapat menyebabkan kematian dalam beberapa jam
pertama (kematian mendadak).
4.
Kematian sering terjadi pada emboli
cairan amnion yang banyak mengandung debris partikel,misalnya: cairan
amnion.Cepat lambatnya ibu meninggal bergantung pada jumlah cairan ketuban yang
masuk ke sirkulasi ibu.
5.
Reaksi anafilaktik mungkin terjadi
emboli yang berasal dari fetus merupakan benda asing di dalam tubuh ibu.
6.
Pendarahan hebat (HPP) akibat darah
sulit membeku,karena adanya unsure tromboplastik dalam cairan amnion.Khususnya
pendarahan pada traktus genetalis dan daerah yang mengalami trauma.
7.
Trombositopenia berat timbul dan
khasnya darah sulit membeku bila diberi thrombin atau maksimal membentuk bekuan
kecil lalu segera mengalami lisis sempurna.
8.
Tekanan darah turun secara
signifikan dengan hilangnya diastolik pada saat pengukuran (Hipotensi )
9.
Dyspnea, Batuk
10. Sianosis
perifer dan perubahan pada membran mukosa akibat dari hipoksia.
11. Janin
Bradycardia sebagai respon terhadap hipoksia, denyut jantung janin dapat turun
hingga kurang dari 110 denyut per menit (dpm). Jika penurunan ini berlangsung
selama 10 menit atau lebih, itu adalah Bradycardia. Sebuah tingkat 60 bpm atau
kurang lebih 3-5 menit mungkin menunjukkan Bradycardia terminal.
12. Pulmonary
edema, Cardiac arrest.
13. Rahim atony:
atony uterus biasanya mengakibatkan pendarahan yang berlebihan setelah
melahirkan.Kegagalan rahim untuk menjadi perusahaan dengan pijat bimanual
diagnostik.
14. Koagulopati
atau pendarahan parah karena tidak adanya penjelasan lain (DIC terjadi di 83%
pasien.)
F. PATOFISIOLOGI
Perjalanan
cairan amnion memasuki sirkulasi ibu tidak jelas, mungkin melalui laserasi pada
vena endoservikalis selama diatasi serviks, sinus vena subplasenta, dan
laserasi pada segmen uterus bagian bawah. Kemungkinan saat persalinan, selaput
ketuban pecah dan pembuluh darah ibu (terutama vena) terbuka.Akibat tekanan
yang tinggi, antara lain karena rasa mulas yang luar biasa, air ketuban beserta
komponennya berkemungkinan masuk ke dalam sirkulasi darah. Walaupun cairan
amnion dapat masuk sirkulasi darah tanpa mengakibatkan masalah tapi pada
beberapa ibu dapat terjadi respon inflamasi yang mengakibatkan kolaps cepat
yang sama dengan syok anafilaksi atau syok sepsis. Selain itu, jika air ketuban
tadi dapat menyumbat pembuluh darah di paru-paru ibu dan sumbatan di paru-paru
meluas, lama kelamaan bisa menyumbat aliran darah ke jantung. Akibatnya, timbul
dua gangguan sekaligus, yaitu pada jantung dan paru-paru.
Pada fase I,
akibat dari menumpuknya air ketuban di paru-paru terjadi vasospasme arteri
koroner dan arteri pulmonalis. Sehingga menyebabkan aliran darah ke jantung
kiri berkurang dan curah jantung menurun akibat iskemia myocardium.
Mengakibatkan gagal jantung kiri dan gangguan pernafasan.Perempuan yang selamat
dari peristiwa ini mungkin memasuki fase II. Ini adalah fase perdarahan yang
ditandai dengan pendarahan besar dengan rahim atony dan Coagulation
Intaravakuler Diseminata ( DIC ). Masalah koagulasi sekunder mempengaruhi
sekitar 40% ibu yang bertahan hidup dalam kejadian awal. Dalam hal ini masih
belum jelas cara cairan amnion mencetuskan pembekuan. Kemungkinan terjadi
akibat dari embolisme air ketuban atau kontaminasi dengan mekonium atau sel-sel
gepeng menginduksi koagulasi intravaskuler.
G. KOMPLIKASI
1.
Edema paru yang luas dan akhirnya
mengakibatkan kegagalan dan payah jantung kanan.
2.
Iskemik
3.
Ganguan pembekuan darah.
H. PENATALAKSANAAN
Walaupun
pada awal perjalanan klinis emboli cairan amnion terjadi hipertensi sistemik
dan pulmonal, fase ini bersifat sementara. Wanita yang dapat bertahan hidup
setelah menjakani resusitasi jantung paru seyogyanya mendapat terapi yang
ditujukan untuk oksigenasi dan membantu miokardium yang mengalami kegagalan.
Tindakan yang menunjang sirkulasi serta pemberian darah dan komponen darah
sangat penting dikerjakan. Belum ada data yang menyatakan bahwa suatu
intervensi yang dapat mempermaiki prognosis ibu pada emboli cairan amnion.
Wanita yang belum melahirkan dan mengalami henti jantung harus dipertimbangkan
untuk melakukan tindakan seksio caesaria perimortem darurat sebagai upaya
menyelamatkan janin. Namun, bagi ibu yang hemodinamikanya tidak stabil, tetapi
belum mengalami henti jantung, pengambilan keputusan yang seperti itu menjadi
semakin rumit.
1.
Terapi krusnal , meliputi : resusitasi
, ventilasi , bantuan sirkulasi , koreksi defek yang khusus ( atonia uteri ,
defek koagulasi ).
2.
Penggatian cairan intravena &
darah diperlukan untuk mengkoreksi hipovolemia & perdarahan .
3.
Oksitosin yang di tambahkan ke infus
intravena membantu penanganan atonia uteri.
4.
Morfin ( 10 mg ) dapat membantu
mengurangi dispnea dan ancietas .
5.
Heparin membantu dalam mencegah
defibrinasi intravaskular dengan menghambat proses perbekuan.
6.
Amniofilin ( 250 – 500 mg ) melalui
IV mungkin berguna bila ada bronkospasme ..
7.
Isoproternol menyebabkan
vasodilatasi perifer, relaksi otot polos bronkus, dan peningkatan frekuensi dan
kekuatan jantung. Obat ini di berikan perlahan – lahan melalui Iv untuk
menyokong tekanan darah sistolik kira – kira 100 mmHg.
8.
Kortikosteroid secara IV mungkin
bermanfaat .
9.
Heparin membantu dalam mencegah
defibrinasi intravaskuler dengan menghambat proses pembekuan.
10. Oksigen
diberikan dengan tekanan untuk meningkatkan.
11. Untuk
memperbaiki defek koagulasi dapat digunakan plasma beku segar dan sedian Trombosit
12. Defek
koagulasi harus dikoreksi dengan menggunakan heparin / fibrinogen.
13. Darah segar
diberikan untuk memerangi kekurangan darah; perlu diperhatikan agar tidak
menimbulkan pembebanan berlebihan dalam sirkulasi darah.
14. Digitalis
berhasiat kalau terdapat kegagalan jantung
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pengkajian tehadap kesehatan pasien
sangat diperlukan dalam menindaklanjuti suatu intervensi keperawatan kepada
pasien. Dengan adanya pengkajian yang menyeluruh makaintervensi keperawatan
kepada pasien akan semakin optimal, hal ini di awali dengan menetapkan kapan
gejala mulai timbul, Menetapkan kapan gejala timbul, apa yang menjadi
pencetusnya, apa yang dapat menghilangkan atau meringankan gejala tersebut dan
apa yang memperburuk gejala adalah bagian dari pengkajian, juga
mengidentifikasi setiap riwayat alergi atau adanya penyakit yang timbul
bersamaan.
Anamnesa meliputi:
1. Identitas
pasien
Biasanya hal ini terjadi pada ibu yang
hamil berusia 30 tahun
2. Riwayat
Sakit dan Kesehatan
Adanya pulmory edema, cardiac arrest,
rahim atony,
3. Pemeriksaan
Fisik
Review Of System (ROS)
a. B1
(BREATH) : Dyspnea, batuk
b. B2
(BLOOD) : Sianosis perifer dan perubahan pada membran mukosa akibat dari
hipoksia, Tekanan darah turun secara signifikan dengan hilangnya diastolik pada
saat pengukuran ( Hipotensi )
c.
B3 (BRAIN) : kesadaran
menurun
d.
B4 (BLADDER): oliguri,
e.
B5 (BOWEL) : -
f.
B6 (BONE) : -
B. DIAGNOSIS
KEPERAWATAN
1.
Gangguan pertukaran gas
yang berhubungan dengan Vasospasme arteri pulmonalis
2.
Ketidakefektifan pola
pernapasan yang berhubungan dengan penurunan oksigen dalam udara inspirasi
3.
Perubahan perfusi
jaringan perifer berhubungan dengan hipoksia
4.
Kekurangan volume
cairan behubungan dengan pendarahan
C. INTERVENSI
Diagnosa
|
NOC
|
NIC
|
Gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan vasospasme arteri
pulmonalis
|
NOC
1) Respiratory status : gas exchange (status pernafasan : pertukaran gas)
Kriteria hasil:
a) Tekanan parsial oksigen dalam darah arteri (po2)
b) Tekanan parsial oksigen dalam darah arteri (pco2)
c) Saturasi oksigen
d) Keseimbangan ventilasi perfusi
e) Dyspnea pada saat istirahat
f) Sianosis
|
NIC
1) Vital sign monitoring (monitor vital sign)
Tindakan keperawatan:
a) Memonitor
tekanan darah, nadi, suhu, dan status pernafasan,
b) Memonitor
Denyut jantung
c) Memonitor suara
paru-paru
d) Memonitor
warna kulit
e) Meniai CRT
2) Respiratory
monitoring (monitor
pernafasan)
Tindakan keperawatan:
(a) Memonitor
tingkat, irama, kedalaman, dan respirasi
(b)
Memonitor
gerakan dada
(c)
Monitor bunyi pernafasan
(d) Auskultasi bunyi paru
(e) Memonitor dyspnea dan hal yang
meningkatkan dan memperburuk
|
Ketidakefektifan
pola napas berhubungan dengan penurunan oksigen dalam udara inspirasi
|
NOC:
Respiratory status: Ventilation
Indikator :
a) Rata- rata pernafasan
b) Irama pernafasan
c) Kedalaman inspirasi
d) Bunyi perkusi
e) Volume tidal
f) Kapasitas vital
g) Penggunaan otot bantu pernafasan
h) Tidak ada bunyi nafas
i)
Dispnea
j)
Ortopnea
k) Pengembangan dada yang tdak
simetris
Respiratory status: Airway patency
Indikator :
a)
Tingkat pernafasan
b)
Irama pernafasan
c)
Kedalaman pernafasan
d)
Cemas
e)
takut
f)
Cuping hidung
g)
Batuk
Vital Sign Status
Indikator:
Tanda-tanda vital dalam
rentang normal (tekanan darah, nadi, pernapasan)
|
Airway Management
a) Buka jalan napas, gunakan teknik chin lift atau jaw
trust bila perlu
b) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
c) Identifikasi pasien perlu pemasangan alat jalan
napas buatan
d) Lakukan fisioterapi dada bila perlu
e) Auskultasi suara napas, catat bila ada suara
tambahan
f) Berikan bronkodilator bila perlu
g) Monitor status respirasi
Oxygen Therapy
a)
Periksa
mulut, hidung, dan sekret trakea
b)
Pertahankan
jalan napas yang paten
c)
Atur
peralatan oksigenasi
d)
Monitor
aliran oksigen
e)
Pertahankan
posisi pasien
f)
Observasi
tanda-tanda hipoventilasi
g)
Monitor
adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
Vital Sign Monitoring
a)
Monitor
TD, nadi, suhu, dan RR
b)
Monitor
vital sign saat pasien berbaring, duduk, dan berdiri
c)
Auskultasi
TD pada kedua lengan dan bandingkan
d)
Monitor
TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas
e)
Monitor
kualitas dari nadi
f)
Monitor
frekuensi dan irama pernapasan
g)
Monitor
pola pernapasan abnormal
h)
Monitor
suhu, warna, dan kelembaban kulit
i)
Monitor
sianosis perifer
j)
Monitor
adanya cushling triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan
sistolik)
k)
Identifikasi
penyebab dari perubahan vital sign
|
Ketidakefektifan
perfusi jaringan perifer b/d hipoksia
|
NOC
a.
Status
sirkulasi
Indikator:
1)
Kekuatan
nadi brakialis kanan dan kiri
2)
Kapilaris
refill
b.
Perfusi
jaringan: perifer
Indikator:
1)
Kapilaris
refill Jari tangan dan kaki
2)
Suhu kulit
ekstremitas
3)
Kekuatan
nadi brakialis kanan dan kiri
|
a. Oxygen Therap
·
Pertahankan
kepatenan jalan nafas
·
Atur
peralatan oksigenasi
·
Monitor
aliran oksigen
·
Pertahankan
posisi pasien
·
Observasi
adanya tanda-tanda hipoventilasi
·
Monitor
adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
b. Vital
Sign Monitoring
·
Monitor
TD, Nadi, Suhu, dan RR
·
Catat
adanya fluktuasi tekanan darah
·
Monitor
kualitas nadi
·
Monitor
suara paru
·
Monitor
pola pernapasan yang banormal
·
Monitor
suhu, warna, dan kelembapan kulit
c. Peripheral
Sensation Management
·
Monitor
adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap panas/dingin/tajam,tumpul
·
Monitor
adanya paratese (kesemutan)
·
Batasi
gerakan kepala, leher, dan punggung
·
Monitor
adanya tromboplebitis dan vena tromboembolism
|
Kekurangan volume cairan
berhubungan dengan pendarahan
|
NOC
1) Hidrasi
Kriteria hasil :
a)
Hidrasi kulit
b)
Membran mukosa lembab
c)
Edema perifer tidak ada
d)
Ansietas tidak ada
e)
Haus yang abnormal tidak ada
f)
Mata tidak cekung
g)
Kemampuan berkeringat
h)
Tekanan darah dalam batas
normal
i)
Hematokrit dalam batas
normal
|
NIC
1) Management cairan dan elektrolit
Tindakan keperawatan :
a) Berikan terapi IV sesuai dengan
anjuran
b) Pantau makanan dan cairan yang
dikonsumsi dan hitung
c) Pantau status hidrasi
d) Kaji hasil laboratorium untuk
monitor cairan (hematokrit, BUN, protein, sodium) yang sesuai
e) Monitor tnda-tanda vital
f) Konsultasi dengan dokter jika ada
tanda-tanda ketidakseimbangan cairan dan lektrolit
|
D. IMPLEMENTASI
KEPERAWATAN
Implementasi
merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah direncanakan,mencakup tindakan
mandiri dan kolaborasi. Tindakan mandiri adalah tindakan keperawatan
berdasarkan analisis dan kesimpulan perawat dan bukan atas petunjuk tenaga
kesehatan lain. Tindakan kolaborasi adalah tindakan keperawatan yang didasarkan
oleh hasil keputusan bersama dengan dokter atau petugas kesehatan lain.
E. EVALUASI
KEPERAWATAN
Merupakan
hasil perkembangan ibu dengan berpedoman kepada hasil dan tujuan yang hendak
dicapai.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Emboli
cairan ketuban merupakan sindrom dimana setelah sejumlah cairan ketuban
memasuki sirkulasi darah maternal, tiba-tiba terjadi gangguan pernafasan yang
akut dan shock. Cara masuknya cairan ketuban Dua tempat utama masuknya cairan
ketuban kedalam sirkulasi darah maternal adalalah vena endocervical (yang dapat
terobek sekalipun pada persalinan normal) dan daerah utero plasenta.Ruputra
uteri meningkat kemungkinan masuknya cairan ketuban. Abruption plasenta
merupakan peristiwa yang sering di jumpai, kejadian ini mendahului atau
bersamaan dengan episode emboli. Etiologinya Kematian janin intrauteri, Janin
besar intrauteri, Multiparitas dan Usia lebih dari 30 tahun. Insidensi yang
tinggi kelahiran dengan operasi, Menconiumdalam cairan ketuban, Kontraksi
uterus yang kuat.
Ketika emboli
cairan ketuban terjadi, maka akan terjadi penyumbatan aliran darah ibu, lama-
kelamaan akan mengalami penumbatan diparu, bila meluas akan terjadi penyumbatan
aliran darah ke jantung, hal ini mengakibatkan terjadinya gangguan di jantung,
dan dapat menyebabkan kematian, terutama pada wanita yang sudah tua. Perdarahan
juga bisa terjadi, akibat emboli cairan ketuban, sehingga pasien akan mengalami
kekurangan volume cairan akibat perdarahan, jika tidak diatasi segera, pasien
dapat mengalami syok.
B. SARAN
Dengan
makalah ini penulis berharap, mahasiswa dapat memahami konsep teori beserta
asuhan keperawatan emboli cairan ketuban, meskipun emboli cairan ketuban jarang
ditemukan, namun sebagai tim medis harus tetap waspada akan terjadinya emboli
cairan ketuban, sehingga secara tidak langsung dapat mengurangi mortalitas ibu
dan bayi.
DAFTAR PUSTAKA
Asuhan
Keperawatan Maternitas.Jakarta:Medica Macdonald Grant,Cuningham.1995.
ILMU
KEBIDANAN PATOLOGI DAN FISIOLOGI PERSALINAN.Jakarta:Medica Mitayani.2009.
Obstetri
Williams Edisi 18.Jakarta:EGC Gary Gunningham F.2006.Obstetri Williams Edisi.21
Vol1.Jakarta:EGC
UNIV.1984.OBSTESTRI
PATOLOGI.Bandung:Elstar Offert Bandung Oxom,Harry & R.Forte,William.2003.
No comments:
Post a Comment