PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Leukemia merupakan nama kelompok penyakit maligna
yang dikarakteristikan oleh perubahan kualitatif dan kuantitatif dalam leukosit
sirkulasi. Leukemia dihubungkan dengan pertumbuhan abnormal leukosit yang
menyebar mendahului sumsum tulang. Kata kata leukemia diturunkan dari bahasa Yunani leukos dan aima yang
berarti “putih” dan “darah” yang mengacu pada peningkatan abnormal dari
leukosit. Peningkatan tidak trkontrol ini akhirnya menimbulkan anemia, infeksi,
trobositopenia, dan pada beberapa kasus
menyebabkan kematian (Jan Tambayong, 2000).
Salah satu penyakit non-infeksi
(degeneratif) adalah kanker. Kanker merupakan salah satu
penyebab utama kematian di seluruh dunia. World Health Organization (WHO)
mengestimasikan bahwa 84 juta orang meninggal akibat kanker dalam rentang waktu
2005 dan 2015.3 Pada tahun 2000 terdapat 10 juta orang (5,3 juta laki-laki dan
4,7 juta wanita) menderita kanker di seluruh dunia dan 6,2 juta diantaranya
meninggal dunia (Case Fatality Rate/CFR 62%) (WHO, 2003).
Data American Cancer Society (2004), angka
kejadian leukemia di Amerika Serikat 33.440 kasus, 19.020 kasus diantaranya
pada laki-laki (56,88%) dan 14.420 kasus baru lainnya pada perempuan (43,12%). Insiden
rate (IR) leukemia pada laki- laki di Canada 14 per 100.000 penduduk dan
pada wanita 8 per 100.000 penduduk pada tahun yang sama. Data The Leukemia
and Lymphoma Society (2009) menyebutkan bahwa setiap 4 menit terdapat 1
orang meninggal karena kanker. Diperkirakan 139.860 orang di Amerika terkena
leukemia, lymphoma dan myeloma dan 53.240 orang meninggal karena kasus ini (CFR
38,1%). IR leukemia yaitu 12,2 per 100.000 penduduk.
Penyakit tersebut
mempunyai banyak faktor penyebab namun belum ada yang mendominasi hingga
terjadinya penyakit tersebut. Oleh karena itu, untuk mencegah leukemia atau
kanker darah kita harus mengenal lebih jauh tentang leukemia, bagaimana
gejala-gejalanya, dampak dari penyakit leukemia, cara diagnosa dan
penyembuhannya. Penyakit leukimia ini harus ditangani dengan tepat agar
penderita tidak terjangkit penyakit lainnya karena tranfusi yang tidak steril.
Berdasarkan paparan dari fakta inilah maka kami selaku penulis tertarik untuk
membahas kasus mengenai penyakit leukimia ini dan sebagai pemenuhan tugas pada
blok sistem imun dan hematologi.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian penyakit Leukemia?
2.
Apa jenis – jenis penyakit Leukemia?
3.
Bagaimanakah etiologi penyakit Leukemia?
4.
Bagaimana Faktor Risiko Perkembangan penyakit Leukemia?
5.
Bagaimanakah Patofisiologi penyakit
Leukemia?
6.
Apa sajakah manifestasi klinis penyakit
Leukemia?
7.
Apa sajakah pemeriksaan diagnostic penyakit
Leukemia?
8.
Bagaiamankah penatalaksanaan penyakit
Leukemia?
9.
Bagaimanakah asuhan keperawatan pada
pasien penyakit Leukemia?
C. Tujuan
1.
Tujuan istruksional umum
Mengetahui asuhan keperawatan pada
pasien gangguan sel darah putih (leukemia).
2.
Tujuan instruksional khusus
Mengetahui etiologi, manifestasi
klinis, patofisiologi, pemeriksaan diagnostic, penatalaksanaan dan pencegahan
pada penyakit Leukemia.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Definisi
Leukemia
Leukemia
adalah kanker dari salah satu jenis sel darah putih di sumsum tulang, yang
menyebabkan proliferasi salah satu jenis sel darah putih dengan menyingkirkan
jenis sel lain (Reeves, Charlene J et al, 2001). Leukimia
adalah proliferasi tak teratur atau akumulasi sel darah putih dalam sum-sum
tulang menggantikan elemen sum-sum tulang normal (Smeltzer, S C and Bare, B.G,
2002 : 248 ).
Leukimia adalah suatu keganasan pada alat pembuat
sel darah berupa proliferasio patologis sel hemopoetik muda yang ditandai oleh
adanya kegagalan sum-sum tulang dalam membentuk sel darah normal dan adanya
infiltrasi ke jaringan tubuh yang lain. (Arief Mansjoer, dkk, 2002 : 495).
Leukemia tampak merupakan penyakit
klonal, yang berarti satu sekelompok sel anak yang abnormal. Sel-sel ini
menghambat semua sel darah lain di sumsum tulang untuk berkembang secara
normal, sehingga mereka tertimbun di sumsum tulang. Karena factor-faktor ini,
leukemia disebut gangguan akumulasi sekaligus gangguan klonal. Paa akhirnya,
sel-sel nonleukemik di dalam darah yang merupakan penyebab berbagai gejala umum
leukemia. Berdasarkan dari beberapa pengetian diatas maka penulis berpendapat
bahwa leukimia adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh proliferasi abnormal
dari sel-sel leukosit yang menyebabkan terjadinya kanker pada alat pembentuk
darah.
B. Jenis Leukemia
Leukemia digambarkan sebagai akut atau
kronis, bergantung pada cepat tidaknya kemunculan dan bagaimana diferensiasi
sel-sel kanker yang bersangkutan.
Sel-sel leukemia akut berdiferensiasi dengan buruk, sedangkan sel-sel
leukemia kronis biasanya berdiferensiesi dengan baik.
Leukemia juga digambarkan berdasarkan
jenis sel yang berproliferasi. Sebagai contoh, leukemia limfoblastik akut,
merupakan leukemia yang paling sering di jumpai pada anak, menggambarkan kanker
dari turunan sel limfosit primitive. Leukemia granulostik adalah leukemia
eosinofil, neutrofil, atau basofil. Leukemia pada orang dewasa biasanya
limfositik kronis atau mielobastik akut.
Pembagian
penyakit leukemia terdiri dari:
1. Leukemia limfositik akut (LLA)
Leukemia limfoblastik akut (ALL) adalah keganasan
yang paling sering dijumpai pada populasi anak-anak. Di Amerika Serikat,
leukemia limfoblastik akut lebih sering dijumpai pada pria daripada wanita dan
lebih sering pada ras kaukasia daripada Afrika-Amerika. Puncak usia terjadinya
leukemia limfoblastik akut adalah kira-kira 4 tahun, walaupun walaupun penyakit
ini dapat mengenai semua usia. Individu-individu tertentu, seperti penderita
Sindrom Down dan ataksia-telangieksis sangat beresiko mengalami penyakit ini.
Penyebabnya tidak di ketahui, walaupun dapat berkaitan dengan factor genetic,
lingkungan, infeksi, dan di pengaruhi imun. Pada pemeriksaaan fisik dijumpai
adanya memar, petekie, limfadenopati dan hepatosplenomegali. Evaluasi
laboratorium dapat menunjukan leukositosis, anemia, dan trombositopenia. Pada
kira-kira 50% pasien pasien di temukan jumlah leukosit melebihi 10.000/mm3
pada saat didiagnosis, dan pada 20% pasien melebihi 50.000/mm3.
Neutopenia (jumlah neutrofil absolute kurang dari 500/mm3) sering
dijumpai. Limfoblas dapat melaporkan di darah perifer, tetapi pemeriksa yang
berpengalaman dapat melaporkan limfoblas tersebut sebagai limfosit atipik.
Diagnosis pasti leukemia di tegakkan dengan melakukan aspirasi sumsum tulang
yang meperlihatkan limfoblas lebih dari 25%. Cairan spinal juga perlu diperiksa
karena sistem saraf pusat merupakan tempat persembunyian penyakit
ekstramedular.
2.
Leukemia
mielositik kronis (CML)
Leukemia mielositik kronis (CML) terhitung kira-kira
3% dari semua kasus leukemia pada
anak-anak. Penyakit ini dapat mengenai semua usia, tetapi sebagian besar kasus
terjadi pada akhir masa kanak-kanak. Penyakit ini relative lebih lambat
disbanding leukima akut. Penyebabnya tidak diketahui. Pasien sering asimtomatik
dan terdapat jumlah leukosit yang tinggi
atau splenomegali yang ditemukan pada pemeriksaan rutin anak yang sehat. Akan
tetapi, dapat trejadi gejala seperti demam, keringat malam, nyeri abdomen atau
nyeri tulang.
Pemeriksaan fisik menunjukkan adanya splenomegali nyata.
Hepatomegali dapat juga terjadi. Evaluasi laboratorium secara tipikal
memperlihatkan leukositosis nyata, trombositis, dan anemia ringan. Sumsum
tulang hiperselular tetapi sisertai maturasi myeloid yang normal. Sel blas
tidak banyak dijumpai. Pada kira-kira 90%
kasus, tanda sitogenik yang khas pada leukemia mielositik kronis yang
terlihat adalah: kromosom lphiladelphia. Kromosom ini berkaitan dengan t (9;22)
klasik.
3.
Multiple
Myeloma
Multiple myeloma
merupakan suatu kanker sel plasma dimana sebuah clone
dari sel plasma yang abnormal berkembangbiak, membentuk tumor di sumsum
tulang dan
menghasilkan sejumlah besar antibodi yang abnormal, yang terkumpul di dalam
darah atau air kemih. Multiple
myeloma (myelomatosis, plasma cell myeloma, Kahler's disease) merupakan keganasan sel plasma yang ditandai dengan penggantian
sumsum tulang, kerusakan tulang , dan
formasi paraprotein. Myeloma menyebabkan gejala-gejala klinik dan tanda-tanda
klinis melalui mekanisme yang bervariasi. Tumor menghambat sumsum tulang
memproduksi cukup sel darah. Hal ini dapat menyebabkan masalah kesehatan pada
ginjal, saraf, jantung, otot dan traktus digestivus. Meskipun myeloma masih
belum bisa diobati, perkembangan terapi yang terbaru, termasuk penggunaan
thalidomide dan obat-obatan lain seperti bortezomib dan CC-5013 cukup
menjanjikan. ( McPhee ,J.Stephen, Maxine A. Papadakis, Jr.Lawrence
M. Tierney, 2008).
C. Etiologi
Kanker adalah salah satu jenis penyakit degeneratif yang disebabkan adanya
pertumbuhan yang tidak normal dari sel-sel jaringan tubuh yang berubah menjadi
sel kanker. Selanjutnya sel kanker ini dapat menyebar ke bagian tubuh lainnya
sehingga bisa menyebabkan kematian (Irawan, 2001).
Etiologi leukimia sampai sekarang belum dapat dijelaskan secara
keseluruhan. Banyak para ahli menduga bahwa faktor infeksi sangat berperan
dalam etiologi leukimia. Infeksi terjadi oleh suatu bahan yang menyebabkan
reaksi seperti infeksi oleh suatu virus (Supandiman, 1997). Penyebab
yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor predisposisi yang
menyebabkan terjadinya leukemia, yaitu:
- Faktor
genetic
Terlihat
pada kembar identik yang akan beresiko tinggi bila kembaran yang lain mengalami
leukemia saudara sekandung dari individu yang leukemia dan individu dengan
sindrom down juga beresiko terhadap terjadinya leukemia.
- Penyakit
yang didapat
Resiko terkena
leukemia mencakup mielofibrosis, polisetemia vera, dan anemia refraktori
sideroblastik. Mieloma multipel dan penyakit Hodgkin juga menunjukan
peningkatan resiko terhadap terjadinya penyakit ini. Resiko ini dapat di
hubungkan dengan penyakit dasar atau pengobatan dengan adens
kemoterapi/radiasi.
- Agens kimia dan fisik
Merupakan
resiko signifikan terhadap leukimia . Agens kemoterapi kloramfenikol dan agens
pengkelat (alkylating) juga beresiko.
D. Patofisiologi
Bila virus dianggap
sebagai penyebabnya (virus onkogenik yang mempunyai struktur antigen tertentu),
maka virus tersebut dengan mudah akan masuk ke dalam tubuh manusia jika
struktur antigennya sesuai dengan struktur antigen manusia itu (hospes).
Bila struktur antigen
virus tidak sesuai dengan struktur antigen individu, maka virus tersebut akan
ditolak, seperti pada penolakan terhadap benda asing lain. Struktur antigen
manusia terbentuk oleh struktur antigen dari berbagai alat, terutama kulit dan
selaput lendir yang terletak dipermukaan tubuh (kulit disebut juga antigen
jaringan) atau HL-A (Human Leucocyte locus A)
Normalnya tulang marrow diganti
dengan tumor malignan, imaturnya sel blast. Adanya proliferasi sel blast,
produksi eritrosit dan platelet terganggu akan menimbulkan anemia dan
trombositopenia. Sistem
retikuloendotelial akan terpengaruh dan menyebabkan gangguan sistem pertahanan
tubuh sehingga mudah mengalami infeksi. Manifestasi
akan tampak pada gambaran gagalnya bone marrow dan infiltrasi organ, SSP.
Gangguan nutrisi dan metabolisme. Depresi sumsum tulang dan berdampak pada
penurunan leukosit, eritrosit, faktor pembekuan dan peningkatan tekanan
jaringan. Adanya infiltrasi pada ekstra medular akan menyebabkan terjadinya
pembesaran hati, limfe dan nodur limfe dan nyeri persediaan.
E. WOC
F. Manifestasi Klinis
Selain presentasi klinis, laboratorium dan evaluasi
patologi diperlukan untuk definitif diagnosis leukimia. Tes yang paling penting
adalah sumsum tulang biopsi dan aspirasinya yang disampaikan kepada
hematopathology untuk berbagai evaluasi. Noda cytochemical sangat membantu
untuk menentukan apakah leukimia akut adalah keturunan myeloid atau limfoid.
Umum: Biasanya
terjadi 1-3 bulan dengan gejala yang tidak jelas seperti kelelahan, kurangnya
toleransi latihan, nyeri dada dan perasaan yang tidak enak. Gejala
yang muncul pasien melaporkan
penurunan berat badan, malaise, kelelahan, dan palpitasi dan dyspnea saat
beraktivitas. Gajala lain yang dapat muncul yaitu demam, menggigil, dan
kerasnya sugestif infeksi, memar (perdarahan vagina yang berlebihan,
epistaksis, ekimosis dan petechiae), nyeri tulang, kejang, sakit kepala, dan
diplopia.
Manifestasi
klinik yang sering dijumpai pada penyakit leukemia adalah sebagai berikut:
1. Pilek tidak sembuh-sembuh
2. Pucat, lesu, mudah terstimulasi
3. Demam dan anorexia
4. Berat badan menurun
5. Ptechiae, memar tanpa sebab
6. Nyeri pada tulang dan persendian
7. Nyeri abdomen
8. Lumphedenopathy
9. Hepatosplenomegaly
10. Abnormal WBC
(Suriadi & Rita Yuliani, 2001: hal. 177)
G.
Pemeriksaan
Diagnostik
- Pemeriksaan
Diagnostik Leukimia Limfoblastik Akut (ALL)
Hitung darah
lengkap dan diferensiasinya adalah indikasi utama bahwa leukemia tersebut
mungkin timbul.Semua jenis leukemia tersebut didiagnosis dengan aspirasi dan
biopsi sumsum tulang.Contoh ini biasanya didapat dari tulang iliaka dengan
pemberian anestesi lokal dan dapat juga diambil dari tulang sternum. (Gale,
2000 : 185)
Pada leukemia
akut sering dijumpai kelainan laboratorik seperti:
a.
Darah tepi
1)
Dijumpai anemia normokromik-normositer,
anemia sering berat dan timbul cepat.
2)
Trombositopenia, sering sangat berat di
bawah 10 x 106/l
3)
Leukosit meningkat, tetapi dapat juga
normal atau menurun.
4) Menunjukkan adanya sel muda (mieloblast, promielosit, limfoblast, monoblast, erythroblast atau megakariosit) yang melebih 5% dari sel berinti pada darah tepi.
4) Menunjukkan adanya sel muda (mieloblast, promielosit, limfoblast, monoblast, erythroblast atau megakariosit) yang melebih 5% dari sel berinti pada darah tepi.
b.
Sumsum tulang
Merupakan pemeriksaan yang sifatnya
diagnostik.Ditemukan banyak sekali sel primitif.Sumsum tulang kadang-kadang
mengaloblastik; dapat sukar untuk membedakannya dengan anemia aplastik.
Hiperseluler, hampir semua sel sumsum tulang diganti sel leukemia (blast), tampak
monoton oleh sel blast, dengan adanya leukomic gap (terdapat perubahan
tiba-tiba dari sel muda (blast) ke sel yang matang, tanpa sel antara). System
hemopoesis normal mengalami depresi. Jumlah blast minimal 30% dari sel berinti
dalam sumsum tulang (dalam hitung 500 sel pada apusan sumsum tulang).
c.
Pemeriksaan sitogenetik
Pemeriksaan kromosom merupakan
pemeriksaan yang sangat diperlukan dalam diagnosis leukemia karena kelainan
kromosom dapat dihubungkan dengan prognosis.
d.
Pemeriksaan immunophenotyping
Pemeriksaan ini menjadi sangat
penting untuk menentukan klasifikasi imunologik leukemia akut. Pemeriksaan ini
dikerjakan untuk pemeriksaan surface marker guna membedakan jenis leukemia.
2.
Pemeriksaan
Diagnostik pada Kronik Leukimia Myeloblast (CML)
a.
Darah Tepi
1)
Leukositosis biasanya berjumlah >50 x
109 /L dan kadang – kadang >500 x 109/L.
2)
Meningkatnya jumlah basofil dalam darah.
3)
Apusan darah tepi : menunjukkan spektrum
lengkap seri granulosit mulai dari mieloblast sampai netrofil, dengan komponen
paling menonjol ialah segmen netrofil dan mielosit. Stab, metamielosit,
promielosit dan mieloblast juga dijumpai. Sel blast kurang dari 5%.
4)
Trombosit bisa meningkat, normal, atau
menurun. Pada fase awal lebih sering meningkat.
5)
Fosfatase alkali netrofil (neutrophil
alkaline phosphatase [NAP] score) selalu rendah
b.
Sumsum Tulang.
Hiperseluler dengan sistem
granulosit dominan.Gambarannya mirip dengan apusan darah tepi.Menunjukkan
spectrum lengkap seri myeloid, dengan komponen paling banyak ialah netrofil dan
mielosit. Sel blast kurang dari 30%. Megakariosit pada fase kronik normal atau
meningkat.
c.
Sitogenik: dijumpai adanya Philadelphia
(Ph1) chromosome pada kasus 95% kasus.
d.
Vitamin B12 serum dan B12 binding
capacity meningkat.
e.
Pemeriksaan PCR (polymerase chain
reaction) dapat mendeteksi adanya chimeric protein bcr – abl pada 99% kasus.
f.
Kadar asam urat serum meningkat.
3.
Pemeriksaan
Diagnostik pada Multiple Myeloma
a.
Laboratorium
Anemia normositik normokrom ditemukan pada hampir 70% kasus. Jumlah leukosit umumnya normal. Trombositopenia ditemukan pada sekitar 15% pasien yang terdiagnosis. Adanya sel plasma pada apusan darah tepi jarang mencapai 5%, kecuali pada pasien dengan leukemia sel plasma. Formasi Rouleaux ditemukan pada 60% pasien. Hiperkalsemiadite mukan pada 30% pasien saat didiagnosis. Sekitar seperempat hingga setengah yang didiagnosis akan mengalami gangguan fungsi ginjal dan 80% pasien menunjukkan proteinuria, sekitar 50% proteinuria Bence Jones yang dikonfirmasi dengan imunoelektroforesis atau imunofiksasi.
Anemia normositik normokrom ditemukan pada hampir 70% kasus. Jumlah leukosit umumnya normal. Trombositopenia ditemukan pada sekitar 15% pasien yang terdiagnosis. Adanya sel plasma pada apusan darah tepi jarang mencapai 5%, kecuali pada pasien dengan leukemia sel plasma. Formasi Rouleaux ditemukan pada 60% pasien. Hiperkalsemiadite mukan pada 30% pasien saat didiagnosis. Sekitar seperempat hingga setengah yang didiagnosis akan mengalami gangguan fungsi ginjal dan 80% pasien menunjukkan proteinuria, sekitar 50% proteinuria Bence Jones yang dikonfirmasi dengan imunoelektroforesis atau imunofiksasi.
b. Radiologi
Gambaran foto x-ray dari multipel
mieloma berupa lesi multipel, berbatas tegas, litik, punch out, dan bulat pada
tengkorak, tulang belakang, dan pelvis. Lesi terdapat dalam ukuran yang hampir
sama. Lesi lokal ini umumnya berawal di rongga medulla , mengikis tulang
cancellous, dan secara progresif menghancurkan tulang kortikal. Sebagai
tambahan, tulang pada pasien mieloma, dengan sedikit pengecualian, mengalami
demineralisasi difus.
c.
CT-Scan
CT Scan menggambarkan keterlibatan
tulang pada mieloma. Namun, kegunaan modalitas ini belum banyak diteliti, dan
umumnya CT Scan tidak dibutuhkan lagi karena gambaran pada foto tulang konvensional
menggambarkan kebanyakan lesi yang CT scan dapat deteksi.
d.
MRI
MRI potensial digunakan pada
multiple mieloma karena modalitas ini baik untuk resolusi jaringan lunak.
Secara khusus, gambaran MRI pada deposit mieloma berupa suatu intensitas bulat,
sinyal rendah yang fokus di gambaran T1, yang menjadi intensitas sinyal tinggi
pada sekuensi T2.
e.
Angiografi
Gambaran angiografi tidak
spesifik.Tumor dapat memiliki zona perifer dari peningkatan
vaskularisasi.Secara umum, teknik ini tidak digunakan untuk mendiagnosis
multipel mieloma.
H.
Penatalaksanaan
- Leukimia
Limfoblastik Akut (ALL)
a.
Pengobatan
Pengobatan khusus dan harus
dilakukan di rumah sakit.Berbagai regimen pengobatannya bervariasi, karena
banyak percobaan pengobatan yang masih terus berlangsung untuk menentukan
pengobatan yang optimum.
b.
Terapi
Terapi untuk leukemia akut dapat
digolongkan menjadi dua yaitu:
1)
Kemoterapi
2)
Terapi suportif
Terapi suportif berfungsi untuk
mengatasi akibat-akibat yang ditimbulkan oleh penyakit leukemia itu sendiri dan
juga untuk mengatasi efek samping obat. Terapi suportif yang diberikan adalah;
a)
Terapi untuk mengatasi anemia
b)
Terapi untuk mengatasi infeksi, sama
seperti kasus anemia aplastik terdiri atas Antibiotika adekuat, Transfusi
konsentrat granulosit. Perawatan
khusus (isolasi) dan Hemopoitic growth factor (G-CSF atau GM-CSF)
c)
Terapi untuk mengatasi perdarahan
d)
Terapi untuk mengatasi hal-hal lain
seperti pengelolaan leukostasis, pengelolaan sindrom lisis tumor
2.
Leukimia
Myeloblastik Akut (CML)
Terapi
CML tergantung pada dari fase penyakit, yaitu
a.
Fase kronik, obat pilihannya meliputi:
1)
Busulpan (Myleran), dosis : 0,1 – 0,2
mg/kgBB/hari. Leukosit diperiksa tiap minggu. Dosis diturunkan setengahnya jika
leukosit turun setengahnya. Obat dihentikan jika leukosit 20.000/mm3. Terapi
dimulai jika leukosit naik menjadi 50.000/mm3. Efeksamping dapat berupa aplasia
sumsum tulang berkepanjangan, fibrosis paru, bahaya timbulnya leukemia akut
(Bakta, 2007).
2)
Kemoterapi Hydroxiurea bersifat efektif
dalam mengendalikan penyakit dan mempertahankan hitung leukosit yang normal
pada fase kronik, tetapi biasanya perlu diberikan seumur hidup (Hoffbrand,
2005) dan memerlukan pengaturan dosis lebih sering, tetapi efek samping
minimal. Dosis mulai dititrasi dari 500 mg – 2000 mg. Kemudian diberikan dosis
pemeliharaan untuk mencapai leukosit 10.000 – 15.000/mm3. Efek samping lebih
sedikit dan bahaya, keganasan sekunder hampir tidak ada (Bakta, 2007).
3)
Inhibitor tirosin kinase. Obat ini
sekarang sedang diteliti dalam percobaan klinis dan tampaknya hasilnya
menjanjikan. Zat STI 571 adalah suatu inhibitor spesifik terhadap protein ABL
yaitu tirosin kinase dan mampu menghasilkan respons hematologik yang lengkap
pada hampir semua pasien yang berada dalam fase kronik dengan tingkat konversi
sumsum tulang yang tinggi dari Ph+ menjadi Ph- (Hoffbrand, 2005).
4)
Interferon alfa biasanya diberikan
setelah jumlah leukosit terkontrol oleh hidroksiurea. Pada CML fase kronik
interferon dapat memberikan remisi hetologik pada 80% kasus, tetapi remisi
sitogenetik hanya tercapai pada 5 – 10% kasus (Bakta, 2007;Hoffbrand, 2005).
3.
Multiple
Myeloma
a. Kemoterapi
b. Terapi
radiasi. Dalam
myeloma, radiasi digunakan terutama untuk mengobati tumor yang lebih besar,
atau untuk mencegah fraktur patologis tulang myeloma.
c.
Pengobatan ditujukan untuk:
1)
Mencegah atau mengurangi gejala dan
komplikasi
2)
Menghancurkan sel plasma yang abnormal
3)
Memperlambat perkembangan penyakit.
BAB
III
ASUHAN
KEPERAWATAN TEORITIS
A ANAMNESA
- Identitas
klien
- Riwayat
kesehatan
a.
Riwayat
kesehatan dahulu
·
Myelodisplastic
syndrome
·
Kemoterapi
·
Down
Syndrome
·
Terpapar
oleh elektromagnetik field
·
Bekerja
dengan bahan – bahan kimia tertentu (formaldehid, benzene)
·
Anemia
fanconi
b.
Riwayat
kesehatan sekarang
·
Demam
atau berkeringat pada malam hari
·
Fatigue,
Malaise
·
Sakit
kepala
·
Nyeri
pada tulang ataupun sendi
·
Hepatosplenomegali
·
Pembengkakan
pada nodus limfe terutama pada leher dan ketiak
·
Penurunan
berat badan
·
Anemia
·
Petekie
·
Hipertrofi
gusi
·
Pegal
– pegal
c.
Riwayat
kesehatan keluarga
·
Saudara
kandung (kembar monozigot/identik) menderita leukemia
b. Pemeriksaan fisik
1.
Aktivitas
·
Malaise
·
Lemah
·
Peningkatan
kebutuhan tidur
2.
Sirkulasi
·
Palpitasi
·
Takikardia
·
Membran
mukosa pucat
3.
Makanan/Cairan
·
Anoreksi
·
Mual
·
Muntah
·
Penurunan
berat badan
·
Disfagia
·
Hipertrofi
gusi
·
Distensi
abdomen
·
Bunyi
usus menurun
·
Stomatitis
4.
Neurosensori
·
Pusing
·
Kesemutan
·
Disorientasi
·
Kejang
5.
Nyeri/Kenyamanan
·
Nyeri
abdomen
·
Nyeri
tekan sternal
·
Sakit
kepala
·
Nyeri
tulang/sendi
6.
Pernapasan
·
Dyspnea
·
Napas
pendek
·
Takipnea
·
Ronki
·
Penurunan
bunyi napas
7.
Keamanan
·
Gangguan
penglihatan
·
Infeksi
·
Perdarahan
·
Pembesaran
hati, limpa, nodus limfe
8.
Integritas
Ego
·
Depresi,
Menarik diri
·
Ansietas
·
Perasaan
tak berdaya
c Pemeriksaan
penunjang
·
DIAGNOSTIK
1.
Leukemia
Myelogenik Akut
·
Dengan
aspirasi sumsum tulang yang menunjukkan peningkatan secara signifikan
myeloblast belum matang.
·
Kehadiran
batang-batang Auer dalam darah juga merupakan indikasi dari AML.
·
Sitokimia:
perokside +, Sudan Black +, PAS –
·
Leukeosit
meningkat, normal, menurun (subleukemik, aleukemik)
2.
Leukemia
Mielogenik Kronik
·
Basofil
meningkat
·
Resisten
terapi
·
Trombositopenia
progresif
·
Pemeriksaan
sumsum tulang didapatkan keadaan hiperseluler dengan peningkatan jumlah
megakarosit dan aktivitas granulosit
3.
Leukemia
Limfositik Akut
·
Diperkuat
dengan aspirasi atau biopsi sumsum tulang
·
Sama
dengan AML tetapi yang ditemukan
limfoblast, Auer’s Rod (-), peroksidase (-), sudan black (-), PAS (+)
·
Pemeriksaan
sumsum tulang menunjukkan sel blast dominan
4.
Leukemia
Limfositik Kronik
·
Biopsi
sumsum tulang menunjukkan infiltrasi merata oleh limfosit kecil, yaitu > 40%
dari total sel yang berinti
·
Anemia
·
LABORATORIUM
1.
Leukemia
Myeloid Akut
·
Anemia:
normositer normokrom, bisa berat dan timbul cepat
·
Leukosit
meningkat, normal, menurun
·
Hapusan
darah tepi menunjukkan blast 5%
2.
Leukemia
Myeloid Kronik
· Lekositosis > 50.000/mm³
· Pergeseran ke kiri pada hitung jenis
· Trombositopenia
· Kromosom Philadlphia
· Kadar fosfatase alkali lekosit rendah atau sama sekali
tidak ada
· Kenaikan kadar vitamin B12 dalam darah
3.
Leukemia
Limfositik Akut
·
Pemeriksaan
darah tepi ada leukositosis
·
Jumlah
leukeosit nuetrofil seringkali rendah
·
Kadar
hemoglobin dan trombosit rendah
4.
Leukemia
Limfositik Kronik
·
Limfositosis
> 50.000/mm³
·
Trombositopenia
·
Sitogenik
kelainan kromosom 12, 13, 14 kadang kromosom 6, 11
·
Penurunan
jumlah eritrosit
ANALISA DATA
No
|
Data
|
Patofisiologi
|
Masalah
|
1
|
Leukemia® depresi
sum-sum tulang® hematopoesis
terganggu®
pe¯
eritrosit®
anemia®
pe¯
perfusi jaringan®
sianosis
|
Gangguan
perfusi jaringan
|
|
2
|
Leukemia® depresi
sum-sum tulang®hematopiesis
terganggu®
pe¯leukosit® insufisiensi
|
Resiko infeksi
|
|
3
|
pematangan Ig® pe¯sistem imun® abses pada
membran mukosa®
infeksi®
demam
|
Hiperthermi
|
|
4
|
leukemia® depresi
sum-sum tulang® hematopoesis
terganggu® penurunan
faktor pembekuan®
pendarahan®
trombositopeni
|
Resiko cedera
|
|
5
|
leukemia® infiltrasi
ekstra medular®
pem> limfa, liver, nodus limfe, tulang® tulang mengecil &lemah® fraktur
fisiologis
|
intoleran
aktifitas
|
|
6
|
leukemia® proliferasi
hiperseluler-hipermetabolik® sel ke(-)an nutrisi® kelelahan,pe¯ BB
|
gangguan
nutrisi
|
|
7
|
leukemia® infiltrasi
SSP®
meningitis leukemia®
mual muntah
|
kekurangan
volume cairan
|
|
8
|
leukemia® infiltrasi
ekstra medular®
pem> limfa, liver, nodus limfe, tulang® muskuloskeletal® nyeri tulang&sendi
|
gangguan
kenyamanan, Nyeri
|
B
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan perfusi jaringan b.d penurunan
imunologis, perubahan status nutrisi, anemia
2. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d tak adekuat pertahanan
sekunder: gangguan dalam kematangan SDP (granulosit rendah dan jumlah limfosit
abnormal), peningkatan jumlah lomfosit imatur
3. Hipertermi b.d
penurunan sistim imun tubuh, infeksi
4. Resiko cedera b.d
penurunan factor pembekuan.
5. Intoleran aktifitas
b.d kelemahan umum (penurunan cadangan energi,
peningkatan laju metabolik, produksi leukosit masif), ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen (anemia/hipoksia), pembatasan terapeutik,
6. Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuan tubuh
b.d status hipermetabolik
7. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan yang
berlebihan (mual muntah, pendarahan), penurunan pemasukan cairan (mual,
anoreksia), peningkatan kebutuhan cairan (status hipermatabolik).
8. Gangguan kenyamanan,
Nyeri b.d agen fiskal
(pembesaran organ, sumsum tulang yang dikemas dengan sel leukemik), agen kimia
(pengobatan anti leukemik), manifestasi psikologis (ansietas, takut)
C
INTERVENSI
KEPERAWATAN
No
|
Diagnosa
keperawatan
|
Kriteria
Hasil (NOC)
|
Intervensi
(NIC)
|
1
|
Resiko cidera
|
a.
Risk Kontrol
Indikator :
·
Klien terbebas dari cedera
·
Klien mampu menjelas kan cara/metode untuk mencegah injury/cedera
·
Klien mampu menjelas kan factor risiko dari lingkungan/perilaku personal
·
Mampu memodifikasi gaya hidup untuk mencegah injury
·
Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada
Mampu mengenali peru bahan status
kesehatan
|
a. Manajemen lingkungan
Aktivitas :
·
Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
·
Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan
fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien
·
Menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan perabotan)
·
Memasang side rail tempat tidur
·
Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
·
Menempatkan saklar lampu ditempat yang mudah dijangkau pasien.
·
Membatasi pengunjung
·
Memberikan penerangan yang cukup Mengan jurkan keluarga untuk menemani
pasien.
·
Mengontrol lingkungan dari kebisingan
·
Memindahkan barang-barang yang dapat membahayakan
·
Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau pengun jung adanya
perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit.
|
2
|
Risiko infeksi
Definisi:
Rentan
mengalami invasi dan multiplikasi organisme patogenik yang dapat mengganggu
kesehatan.
Faktor
risiko:
a)
Kurang pengetahuan untuk
menghindari pemajanan patogen
b)
Prosedur invasif
c)
Pemajanan terhadap patogen
lingkungan meningkat
Factor berhubungan :
a)
Penumpukan urin
b)
Pertumbuhan mikro organism
c)
Pertumbuhan bakteri
|
NOC :
a. Pengetahuan Manajemen Infeksi
Indikator :
1) Mengetahui tanda dan gejala infeksi
2) Melakukan aktivitas untuk resistensi
terhadap infeksi
3) Mengobati infeksi yang dideritanya
4) Mengetahui efek samping pengobatan
b. Kontrol resiko : proses infeksi
Indikator :
1) Mengetahui resiko diri terhadap infeksi
2) Mengetahui konsekuensi yang terjadi pada
diri berhubungan dengan infeksi
3) Mengetahui perilaku yang berhubungan
dengan resiko infeksi
4) Menidentifikasi tanda dan gejala yang
mengindikasikan resiko potensial terhadap infeksi
5) Mengidentifikasi strategi untuk melindungi
diri dari hal lainnya yang menyebabkan infeksi
6) Memelihara keadaan lingkungan agar tetap
bersih
7) Mengembangkan strategi control infeksi
yang efektif
8) Monitor perubahan dalam status kesehatan
9) Melakukan tindakan tanggap untuk
mengurangi resiko
|
NIC :
Infection Protection (proteksi
terhadap infeksi)
Tindakan
keperawatan:
1)
Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
2)
Monitor kerentanan terhadap infeksi
3)
Batasi pengunjung
4)
Ajarkan pengunjung terhadap penyakit menular
5)
Pertahankan teknik isolasi
6)
Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase
7)
Dorong masukkan nutrisi yang cukup
8)
Dorong masukan cairan
9)
Dorong istirahat
10)
Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep
11)
Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
12)
Ajarkan cara menghindari infeksi
13)
Laporkan kecurigaan infeksi
|
3
|
Resiko Cidera
|
NOC:
Risk
Kontrol
Indikator
a)
Klien
terbebas dari cidera
b) Klien mampu menjelaskan cara atau metode untuk
mencegah cidera
c)
Klien
mampu menjelaskan faktor resiko dari lingkungan
d) Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada
Mampu mengenali perubahan status kesehatan
|
Environment Management
a)
Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
b)
Identifikasi kebutuhan keamanan pasien sesuai
dengan kondisi fisik
c)
Dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakir
dahulu pasien
d)
Memasang side rail tempat tidur
e)
Menyediakan tempat tidur yang aman dan bersih
f)
Membatasi pengunjunng
g)
Memberikan penerangan yang cukup
h)
Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau
pengunjung adanya perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit
|
BAB IV
PENUTUP
A Simpulan
Leukemia adalah kanker dari salah satu
jenis sel darah putih di sumsum tulang, yang menyebabkan proliferasi salah satu
jenis sel darah putih dengan menyingkirkan jenis sel lain. Leukemia juga
digambarkan berdasarkan jenis sel yang berproliferasi. Sebagai contoh, leukemia
limfoblastik akut, merupakan leukemia yang paling sering di jumpai pada anak,
menggambarkan kanker dari turunan sel limfosit primitive. Leukemia granulostik
adalah leukemia eosinofil, neutrofil, atau basofil. Leukemia pada orang dewasa
biasanya limfositik kronis atau mielobastik akut. Angka kelangsungan hidup
jangka panjang untuk leukemia bergantung pada jenis sel yang terlibat, tetapi
berkisar sampai lebih dari 75% untuk leukemia limfositik akut pada masa kanak-kanak,
merupakan angka statistic yang luar biasa karena penyakit ini hamper brsifat
fatal. Obat yang dapat memicu terjadinya leukimia
akut yaitu agen pengalkilasi, epindophy ilotoxin.
Sebagai salah satu tenaga kesehatan, khususnya
perawat yang sering bersama dengan pasien tentunya harus mampu untuk melakukan
asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sel darah putih (leukemia). Oleh
karena itu sebagai seorang perawat harus mampu memberikan asuhan keperawatan untuk
mengembalikan kondisi pasien ke keadaan yang lebih baik.
B Saran
Makalah ini
adalah makalah yang membahas tentang asuhan keperawatan pasien dengan Leukemia,
sehingga diharapkan bermanfaat bagi pembaca yang membutuhkan. Makalah
ini belum memenuhi kesempurnaan, oleh karena itu dibutuhkan perbaikan makalah
ini agar lebih baik dan lengkap. Setelah
membaca makalah ini, pembaca dapat menerapkan asuhan keperawatan pada pasien
dengan Leukemia.
DAFTAR PUSTAKA
Betz,
Cecily. 2002. Keperawatan Pediatrik Edisi 3. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Brunner & Suddarth. 2002. Buku
Ajar Keperawatan Medikal
Beda. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Carpenito, Lynda Juall. 2000. Diagnosa
Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis. EGC : Jakarta.
Marilyn E. Doenges,
Mary Frances Moorhouse,
Alice C. Geissler.2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Reeves, Charlene J et al. 2001.Medical-Surgical Nursing. Alih Bahasa Joko Setyono. Ed. I. Jakarta : Salemba Medika.
Sacher, Ronald A., Rochard A. McPherson. 2004. Tinjauan Klinis Hasil pemeriksaan
laboratorium. Jakarta. EGC.
Schwartz, M.Willam. 2005. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sylvia A. Price, Lorraine M.
Wilson. 2002. Patofisiologi
(Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit). Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Wilkinson,
Judith. M, Nancy R. Ahern. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan (Nanda,
NIC,NOC). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
No comments:
Post a Comment