Thursday, October 17, 2019

Obat Diabetes Oral


OBAT DIABETIC ORAL
Diabetes melitus tipe 2 adalah suatu kondisi ketika kadar gula darah dalam tubuh seseorang di atas normal, yang disebabkan gangguan pada hormon insulin yang mengatur kadar gula darah. Pada diabetes melitus tipe 2, terjadi resistensi insulin. Maksudnya, insulin yang dihasilkan oleh organ pankreas tidak dapat bekerja secara maksimal membawa gula dari darah ke dalam sel untuk diubah menjadi energi.
Jika diet dan perubahan gaya hidup tetap tidak mampu mengontrol kondisi pasien diabetes melitus tipe 2, maka akan diberikan terapi dengan obat-obatan oral alias diminum. Dokter akan memberikan satu jenis obat terlebih dahulu. Namun jika terapi dengan satu jenis obat tetap tidak dapat mengontrol kadar gula darah pasien, maka akan dilakukan kombinasi dengan obat oral lainnya.
Obat diabetik oral merupakan obat penurun kadar glukosa pada darah yang diresepkan bagi penderita diabetes. Obat Penurun Glukosa Darah bukanlah hormon insulin yang diberikan secara oral. Obat diabetik oral bekerja melalui beberapa cara untuk menurunkan kadar glukosa darah. Obat-obatan ini dapat membantu penyandang diabetes melitus untuk menggunakan insulinnya sendiri dengan lebih baik dan menurunkan pelepasan glukosa oleh hati.
Hingga saat ini, ada bermacam-macam golongan obat oral untuk terapi diabetes melitus tipe 2. Semua golongan obat tersebut memiliki cara kerja yang berbeda, demikian pula efektivitas dan efek sampingnya.
Berdasarkan cara kerjanya, obat diabetes oral terbagi dalam lima golongan :
A.  Memicu Produksi Insulin
1.    Golongan Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang. Namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja panjang.
Mekanisme kerja utamanya adalah untuk meningkatkan pengeluaran insulin daripada pankreas. Obat ini akan berikatan dengan reseptor sulfonilurea yang akan menginhibisi efluks ion kalium melalui kanalnya sehingga menyebabkan depolarisasi. Depolarisasi akan membuka kanal kalsium yang menyebabkan influx kalsium dan pelepasan insulin.
Contoh obat yang ada dalam golongan ini adalah gliclazide, glimepiride, dan glibenclamide. Obat golongan sulfonilurea bekerja menstimulasi sel beta-pankreas, untuk memproduksi lebih banyak insulin. Penggunaan sulfonilurea erat dengan efek samping hipoglikemia, sehingga biasanya tidak dianjurkan pada pasien lanjut usia (geriatri). Obat golongan ini umumnya adalah terapi lini kedua dan pemberiannya dikombinasikan dengan metformin.
Obat ini telah digunakan dalam menangani hipoglikemia pada penyandang diabetes melitus tipe 2 selama lebih dari 40 tahun. Mekanisme kerja obat ini cukup rumit. Ia bekerja terutama pada sel beta pankreas untuk meningkatkan produksi insulin sebelum maupun setelah makan. Sel beta pankreas merupakan sel yang memproduksi insulin dalam tubuh.
 Sulfonilurea sering digunakan pada penyandang diabetes yang tidak gemuk di mana kerusakan utama diduga adalah terganggunya produksi insulin. Penyandang yang tepat untuk diberikan obat ini adalah penyandang diabetes melitus tipe 2 yang mengalami kekurangan insulin tapi masih memiliki sel beta yang dapat berfungsi dengan baik. Penyandang yang biasanya menunjukkan respon yang baik dengan obat golongan sulfoniurea adalah usia saat diketahui menyandang diabetes melitus lebih dari 30 tahun,  menyandang diabetes diabetes melitus lebih dari 5 tahun, berat badan normal atau gemuk, gagal dengan pengobatan melalui pengaturan gaya hidup, perubahan pengobatan dengan insulin dengan dosis yang relatif kecil.

2.    Golongan Glinid
Meglitinide merupakan bagaian dari kelompok yang meningkatkan produksi insulin (selain sulfonilurea). Maka dari itu ia membutuhkan sel beta yang masih berfungsi baik. Repaglinid dan Nateglinid termasuk dalam kelompok  ini,  mempunyai efek kerja cepat, lama kerja sebentar, dan digunakan untuk mengontrol kadar glukosa darah setelah makan. Repaglinid diserap secara cepat segera setelah dimakan, mencapai kadar puncak di dalam darah dalam 1 jam.
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post prandial.

B.  Meningkatkan Kerja Insulin (Sensitivitas Terhadap Insulin)
1.      Golongan Biguanid
Metformin adalah salah satu obat diabetes melitus yang mungkin paling ‘terkenal’. karena termasuk golongan biguanida. Metformin adalah first line alias obat lini pertama yang akan diberikan  kepada penderita diabetes melitus tipe 2. Jika dengan metformin kadar gula darah tetap tidak terkontrol, barulah biasanya metformin dikombinasikan dengan golongan obat lainnya. Metformin bekerja menghambat glukoneogenesis alias pembentukan glukosa di hati. Metformin biasanya cukup dapat ditoleransi dengan baik oleh pasien, dengan efek samping pada saluran pencernaan.
Biguanida yaitu metformin yang cara kerjanya tidak bergantung kepada sel beta namun bekerja dengan:
·      Menurunkan glukoneogenesis renal dan hepar
·      Memperlahankan absorpsi glukosa dari gastrointestinal dengan meningkatkan konversi glukosa pada laktat oleh enterosit
·      Stimulasi glikolisis secara direk dengan meningkatkan pembuangan glukosa dari darah
·      Menurunkan kadar glukagon dalam plasma.

Sebanyak 25% dari penyandang diabetes yang diberikan metformin dapt mengalami efek samping pada saluran pencernaan, yaitu rasa tak nyaman di perut, diare dan rasa seperti logam di lidah. Pemberian obat ini bersama makanan dan dimulai dengan dosis terkecil dan meningkatkannya secar perlahan dapat meminimalkan kemungkinan timbulnya efek samping. Obat ini tidak seharusnya diberikan pada penyandang dengan gagal ginjal, hati, jantung dan pernafasan.
Metformin dapat digunakan sebagai obat tunggal atau dalam kombinasi. Obat-obatan oral mungkin gagal untuk mengontrol gula darah setelah beberapa saat sebelumnya berhasil (kegagagalan sekunder)  akibat kurangnya kepatuhan penyandang atau fungsi sel beta yang memburuk dan / atau terjadinya gangguan kerja insulin (resistansi insulin). Pada kasus-kasus ini, terapi kombinasi metformin dengan sulfonilurea atau penambahan penghamba-glucosidase biasanya dapat dicoba. Kebanyakan penyandang pada akhirnya membutuhkan insulin.
2.      Golongan Tiazolidinedion
Tiazolidindion (pioglitazon) berikatan pada Peroxisome Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-g), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung kelas I-IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala. Golongan rosiglitazon sudah ditarik dari peredaran karena befek sampingnya.
Saat ini terdapat 2 tiazolinedion di Indonesia yaitu rosiglitazon dan pioglitazon. Obat golongan ini memperbaiki kadar glukosa darah dan menurunkan hiperinsulinaemia (tingginya kadar insulin)  dengan meningkatkan kerja insulin (menurunkan resistensi insulin) pada  penyandang diabetes melitus tipe 2. Obat golongan ini juga menurunkan  kadar trigliserida da asam lemak bebas.
Golongan ini lazim juga disebut the glitazones. Contoh yang paling sering digunakan adalah pioglitazone. Obat golongan ini bekerja meningkatkan uptake alias masuknya gula dari darah ke dalam sel. Obat ini biasanya diberikan dengan kombinasi bersama metformin dan sulfonilurea. Selain itu, tidak dapat diberikan kepada pasien dengan kondisi gagal jantung. Pasalnya, obat golongan ini memiliki efek samping meningkatkan penumpukan cairan di dalam tubuh yang akan memperberat kerja jantung.


C.  Penghambat Glukoneogenesis
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin >1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebro-vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah makan. Selain itu harus diperhatikan bahwa pemberian metformin secara titrasi pada awal penggunaan akan memudahkan dokter untuk memantau efek samping obat tersebut.

D.  Penghambat Absobsi Gula/ Penghambat Enzim Alfa Glukosidase
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Penghambat kerja enzim alfa-glukosidase seperti akarbose, menghambat penyerepan karbohidrat dengan menghambat enzim disakarida di usus (enzim ini bertanggung jawab dalam pencernaan karbohidrat). Obat ini terutama menurunkan kadar glukosa darah setelah makan. Efek sampingnya yaitu kembung, buang angin dan diare. Supaya lebih efektif obat ini harus dikonsumsi bersama dengan makanan.
 Obat ini sangat efektif sebagai obat tunggal pada penyandang diabetes melitus tipe 2 dengan kadar glukosa darah puasanya kurang dari 200 mg/dL (11.1 mmol/l) dan kadar glukosa darah setelah makin tinggi. Obat ini tidak mengakibatkan hipoglikemia, dan boleh diberikan baik pada penyandang diabetes gemuk maupun tidak, serta dapat diberikan bersama dengan sulfonilurea, metformin atau insulin.
Alpha-glucosidase adalah suatu enzim pada usus, yang bekerja memecah karbohidrat kompleks menjadi monosakarida, salah satunya glukosa. Contohnya adalah akarbose, yang dengan demikian dapat mengurangi kadar gula yang masuk dari makanan.

E.  Inhibitor DPP-4
Disebut juga golongan gliptin. Contoh obat golongan ini yang sering digunakan adalah sitagliptin, linagliptin, dan vildagliptin. Obat golongan ini bekerja menghambat enzim DPP-4 dalam tubuh. Enzim DPP-4 bekerja menghancurkan hormon incretin, yaitu hormon yang dibutuhkan dalam regulasi gula darah tubuh. Obat ini biasanya adalah terapi lini ketiga, jika gula darah tetap tidak terkontrol dengan metformin dan sulfonilurea.

Golongan SGLT2-Inhibitor
Obat golongan ini bekerja menghambat enzim sodium glucose transporter (SGLT), sehingga akan menghambat penyerapan kembali gula di ginjal. Dengan demikian, gula akan dikeluarkan lewat urine dan kadar gula dalam darah dapat terjaga. Contoh obat golongan ini adalah dapaglifozin.