OBAT DIABETIC ORAL
Diabetes melitus tipe 2 adalah suatu kondisi ketika
kadar gula darah dalam tubuh seseorang di atas normal, yang disebabkan gangguan
pada hormon insulin yang mengatur kadar gula darah. Pada diabetes melitus tipe
2, terjadi resistensi insulin. Maksudnya, insulin yang dihasilkan oleh organ
pankreas tidak dapat bekerja secara maksimal membawa gula dari darah ke dalam
sel untuk diubah menjadi energi.
Jika diet dan perubahan gaya hidup tetap tidak mampu
mengontrol kondisi pasien diabetes melitus tipe 2, maka akan diberikan terapi
dengan obat-obatan oral alias diminum. Dokter akan memberikan satu jenis obat
terlebih dahulu. Namun jika terapi dengan satu jenis obat tetap tidak dapat
mengontrol kadar gula darah pasien, maka akan dilakukan kombinasi dengan obat
oral lainnya.
Obat diabetik oral merupakan obat penurun kadar
glukosa pada darah yang diresepkan bagi penderita diabetes. Obat Penurun
Glukosa Darah bukanlah hormon insulin yang diberikan secara oral. Obat diabetik
oral bekerja melalui beberapa cara untuk menurunkan kadar glukosa darah. Obat-obatan
ini dapat membantu penyandang diabetes melitus untuk menggunakan insulinnya
sendiri dengan lebih baik dan menurunkan pelepasan glukosa oleh hati.
Hingga saat ini, ada bermacam-macam golongan obat
oral untuk terapi diabetes melitus tipe 2. Semua golongan obat tersebut
memiliki cara kerja yang berbeda, demikian pula efektivitas dan efek
sampingnya.
Berdasarkan
cara kerjanya, obat diabetes oral terbagi dalam lima golongan :
A.
Memicu Produksi Insulin
1.
Golongan Sulfonilurea
Obat golongan ini
mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas, dan
merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang.
Namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Untuk
menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti orang
tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit
kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja panjang.
Mekanisme
kerja utamanya adalah untuk meningkatkan pengeluaran insulin daripada pankreas.
Obat ini akan berikatan dengan reseptor sulfonilurea yang akan menginhibisi
efluks ion kalium melalui kanalnya sehingga menyebabkan depolarisasi.
Depolarisasi akan membuka kanal kalsium yang menyebabkan influx kalsium dan
pelepasan insulin.
Contoh
obat yang ada dalam golongan ini adalah gliclazide, glimepiride, dan
glibenclamide. Obat golongan sulfonilurea bekerja menstimulasi sel
beta-pankreas, untuk memproduksi lebih banyak insulin. Penggunaan sulfonilurea
erat dengan efek samping hipoglikemia, sehingga biasanya tidak dianjurkan pada
pasien lanjut usia (geriatri). Obat golongan ini umumnya adalah terapi lini
kedua dan pemberiannya dikombinasikan dengan metformin.
Obat
ini telah digunakan dalam menangani hipoglikemia pada penyandang diabetes
melitus tipe 2 selama lebih dari 40 tahun. Mekanisme kerja obat ini cukup
rumit. Ia bekerja terutama pada sel beta pankreas untuk meningkatkan produksi
insulin sebelum maupun setelah makan. Sel beta pankreas merupakan sel yang
memproduksi insulin dalam tubuh.
Sulfonilurea sering digunakan pada penyandang
diabetes yang tidak gemuk di mana kerusakan utama diduga adalah terganggunya
produksi insulin. Penyandang yang tepat untuk diberikan obat ini adalah
penyandang diabetes melitus tipe 2 yang mengalami kekurangan insulin tapi masih
memiliki sel beta yang dapat berfungsi dengan baik. Penyandang yang biasanya
menunjukkan respon yang baik dengan obat golongan sulfoniurea adalah usia saat
diketahui menyandang diabetes melitus lebih dari 30 tahun, menyandang diabetes diabetes melitus lebih
dari 5 tahun, berat badan normal atau gemuk, gagal dengan pengobatan melalui
pengaturan gaya hidup, perubahan pengobatan dengan insulin dengan dosis yang
relatif kecil.
2.
Golongan Glinid
Meglitinide
merupakan bagaian dari kelompok yang meningkatkan produksi insulin (selain
sulfonilurea). Maka dari itu ia membutuhkan sel beta yang masih berfungsi baik.
Repaglinid dan Nateglinid termasuk dalam kelompok ini,
mempunyai efek kerja cepat, lama kerja sebentar, dan digunakan untuk
mengontrol kadar glukosa darah setelah makan. Repaglinid diserap secara cepat
segera setelah dimakan, mencapai kadar puncak di dalam darah dalam 1 jam.
Glinid
merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan penekanan
pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Obat ini diabsorpsi dengan cepat
setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati. Obat
ini dapat mengatasi hiperglikemia post prandial.
B.
Meningkatkan Kerja Insulin (Sensitivitas Terhadap
Insulin)
1.
Golongan Biguanid
Metformin adalah salah satu obat
diabetes melitus yang mungkin paling ‘terkenal’. karena termasuk golongan
biguanida. Metformin adalah first line alias obat lini pertama yang akan
diberikan kepada penderita diabetes
melitus tipe 2. Jika dengan metformin kadar gula darah tetap tidak terkontrol,
barulah biasanya metformin dikombinasikan dengan golongan obat lainnya.
Metformin bekerja menghambat glukoneogenesis alias pembentukan glukosa di hati.
Metformin biasanya cukup dapat ditoleransi dengan baik oleh pasien, dengan efek
samping pada saluran pencernaan.
Biguanida yaitu metformin yang cara
kerjanya tidak bergantung kepada sel beta namun bekerja dengan:
·
Menurunkan
glukoneogenesis renal dan hepar
·
Memperlahankan
absorpsi glukosa dari gastrointestinal dengan meningkatkan konversi glukosa
pada laktat oleh enterosit
·
Stimulasi
glikolisis secara direk dengan meningkatkan pembuangan glukosa dari darah
·
Menurunkan kadar
glukagon dalam plasma.
Sebanyak 25% dari penyandang diabetes yang diberikan
metformin dapt mengalami efek samping pada saluran pencernaan, yaitu rasa tak
nyaman di perut, diare dan rasa seperti logam di lidah. Pemberian obat ini
bersama makanan dan dimulai dengan dosis terkecil dan meningkatkannya secar
perlahan dapat meminimalkan kemungkinan timbulnya efek samping. Obat ini tidak
seharusnya diberikan pada penyandang dengan gagal ginjal, hati, jantung dan
pernafasan.
Metformin dapat digunakan sebagai obat tunggal atau
dalam kombinasi. Obat-obatan oral mungkin gagal untuk mengontrol gula darah
setelah beberapa saat sebelumnya berhasil (kegagagalan sekunder) akibat kurangnya kepatuhan penyandang atau
fungsi sel beta yang memburuk dan / atau terjadinya gangguan kerja insulin
(resistansi insulin). Pada kasus-kasus ini, terapi kombinasi metformin dengan
sulfonilurea atau penambahan penghamba-glucosidase biasanya dapat dicoba.
Kebanyakan penyandang pada akhirnya membutuhkan insulin.
2.
Golongan Tiazolidinedion
Tiazolidindion
(pioglitazon) berikatan pada Peroxisome Proliferator Activated Receptor Gamma
(PPAR-g), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini mempunyai
efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein
pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer.
Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung kelas I-IV
karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati.
Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal
hati secara berkala. Golongan rosiglitazon sudah ditarik dari peredaran karena
befek sampingnya.
Saat ini terdapat 2 tiazolinedion di Indonesia yaitu
rosiglitazon dan pioglitazon. Obat golongan ini memperbaiki kadar glukosa darah
dan menurunkan hiperinsulinaemia (tingginya kadar insulin) dengan meningkatkan kerja insulin (menurunkan
resistensi insulin) pada penyandang
diabetes melitus tipe 2. Obat golongan ini juga menurunkan kadar trigliserida da asam lemak bebas.
Golongan ini lazim juga disebut the glitazones.
Contoh yang paling sering digunakan adalah pioglitazone. Obat golongan ini
bekerja meningkatkan uptake alias masuknya gula dari darah ke dalam sel. Obat
ini biasanya diberikan dengan kombinasi bersama metformin dan sulfonilurea.
Selain itu, tidak dapat diberikan kepada pasien dengan kondisi gagal jantung.
Pasalnya, obat golongan ini memiliki efek samping meningkatkan penumpukan
cairan di dalam tubuh yang akan memperberat kerja jantung.
C.
Penghambat Glukoneogenesis
Obat ini mempunyai efek
utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), di samping juga
memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes
gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal
(serum kreatinin >1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan
kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebro-vaskular, sepsis, renjatan,
gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi
keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah makan. Selain itu harus
diperhatikan bahwa pemberian metformin secara titrasi pada awal penggunaan akan
memudahkan dokter untuk memantau efek samping obat tersebut.
D.
Penghambat Absobsi Gula/ Penghambat Enzim Alfa
Glukosidase
Obat ini bekerja dengan
mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan
kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak menimbulkan efek samping
hipoglikemia. Penghambat kerja enzim alfa-glukosidase seperti akarbose,
menghambat penyerepan karbohidrat dengan menghambat enzim disakarida di usus
(enzim ini bertanggung jawab dalam pencernaan karbohidrat). Obat ini terutama
menurunkan kadar glukosa darah setelah makan. Efek sampingnya yaitu kembung,
buang angin dan diare. Supaya lebih efektif obat ini harus dikonsumsi bersama
dengan makanan.
Obat ini sangat efektif sebagai obat tunggal
pada penyandang diabetes melitus tipe 2 dengan kadar glukosa darah puasanya
kurang dari 200 mg/dL (11.1 mmol/l) dan kadar glukosa darah setelah makin
tinggi. Obat ini tidak mengakibatkan hipoglikemia, dan boleh diberikan baik
pada penyandang diabetes gemuk maupun tidak, serta dapat diberikan bersama
dengan sulfonilurea, metformin atau insulin.
Alpha-glucosidase
adalah suatu enzim pada usus, yang bekerja memecah karbohidrat kompleks menjadi
monosakarida, salah satunya glukosa. Contohnya adalah akarbose, yang dengan
demikian dapat mengurangi kadar gula yang masuk dari makanan.
E.
Inhibitor DPP-4
Disebut juga golongan
gliptin. Contoh obat golongan ini yang sering digunakan adalah sitagliptin,
linagliptin, dan vildagliptin. Obat golongan ini bekerja menghambat enzim DPP-4
dalam tubuh. Enzim DPP-4 bekerja menghancurkan hormon incretin, yaitu hormon
yang dibutuhkan dalam regulasi gula darah tubuh. Obat ini biasanya adalah terapi
lini ketiga, jika gula darah tetap tidak terkontrol dengan metformin dan
sulfonilurea.
Golongan
SGLT2-Inhibitor
Obat golongan ini
bekerja menghambat enzim sodium glucose transporter (SGLT), sehingga akan
menghambat penyerapan kembali gula di ginjal. Dengan demikian, gula akan
dikeluarkan lewat urine dan kadar gula dalam darah dapat terjaga. Contoh obat
golongan ini adalah dapaglifozin.