EFUSI PLEURA EC. CANCER BRONKOGENIK
A.
Laporan
Teoritis
1.
Definisi
Rongga
pleura dalam keadaan normal berisi sekitar 10 – 20 ml cairan yang berfungsi
sebagai pelicin agar paru dapat bergerak dengan leluasa saat bernapas.
Akumulasi cairan melebihi volume normal dan menimbulkan gangguan jika cairan
yang diproduksi oleh pleura parietal dan viseral tidak mampu diserap oleh
pembuluh limfe dan pembuluh darah mikropleura viseral atau sebaliknya yaitu
apabila produksi cairan melebihi kemampuan penyerapan.
Efusi pleura adalah pengumpulan
cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan visceral dan
parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan
penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural
mengandung sejumlah kecil cairan berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan
permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).
Akumulasi
cairan pleura melebihi normal dapat disebabkan oleh beberapa kelainan, antara
lain infeksi dan kasus keganasan di paru atau organ luar paru. Efusi pleura
ganas (EPG) sering terjadi pada kasus kanker dan merupakan salah satu faktor
penyulit pada penatalaksanaan kanker paru. Pada kanker paru karsinoma bukan sel
kecil (KPKBSK) dengan EPG diklasifikasikan sebagai stage IIIB ( T4NxMx) yang
prognosisnya tidak dapat disamakan dengan stage IIIB lain tanpa EPG. Penampakan
EPG pada KPKBSK menggambarkan kondisi terminal (end stage) penyakit keganasan
dengan prognosis buruk tetapi penatalaksanaan EPG yang baik dapat meningkatkan
kualiti hidup penderita. Kanker lain yang juga sering menyebabkan EPG adalah
limfoma, kanker payudara, kanker bronkogenik, kanker sistem gastrointestinal
dan genitourinaria.
2.
Etiologi
Hambatan resorbsi cairan dari rongga
pleura, karena adanya bendungan seperti pada dekompensasi kordis, penyakit
ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig (tumor ovarium) dan sindroma vena kava
superior. Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis,
pneumonia,kanker, dan virus), bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang
menembus ke rongga pleura, karena tumor dimana masuk cairan berdarah dan karena
trauma.
Kelebihan cairan rongga pleura dapat
terkumpul pada proses penyakit neoplastik, tromboembolik, kardiovaskuler, dan
infeksi. Ini disebabkan oleh sedikitnya satu dari empat mekanisme dasar yaitu peningkatan
tekanan kapiler subpleural atau limfatik, penurunan tekanan osmotic koloid
darah, peningkatan tekanan negative intrapleural, dan adanya inflamasi atau
neoplastik pleura.
Penyebab lain dari efusi pleura adalah:
Gagal jantung, Kadar protein yang rendah, sirosis, pneumonia, blastomikosis,
koksidioidomikosis, tuberkulosis, histoplasmosis, kriptokokosis, abses dibawah
diafragma, artritis rematoid, pankreatitis, emboli paru, tumor, lupus
eritematosus sistemik, pembedahan jantung, cedera di dada, obat-obatan
(hidralazin, prokainamid, isoniazid, fenitoin,klorpromazin, nitrofurantoin,
bromokriptin, dantrolen, prokarbazin), Pemasangan selang untuk makanan atau
selang intravena yang kurang baik.
3.
Manifestasi
Klinis
Pada
anamnesis kecuali gejala klinis seperti sesak napas yang berkaitan dengan
volume cairan atau keluhan lain maka riwayat perjalanan klinis yang mengarah ke
penyakit keganasan rongga toraks dan organ luar toraks lain harus dapat digali
secara baik, sistematik dan tepat. Faktor risiko untuk penyakit keganasan lain
yang dipunyai pasien dapat memperkuat analisis, misalnya laki-laki usia lebih
dari 40 tahun dan perokok atau perempuan dengan riwayat pernah dikemoterapi
untuk kanker payudara. Kebanyakan kasus EPG simptomatis meskipun sekitar 15%
datang tanpa gejala, terutama pasien dengan volume cairan kurang dari
500ml.7-19 Sesak napas adalah gejala tersering pada kasus EPG terutama jika
volume cairan sangat banyak.20-22 Sesak napas terjadi karena refleks neurogenik
paru dan dinding dada karena penurunan keteregangan (compliance) paru,
penurunan volume paru ipsilateral, pendorongan mediastinum ke arah
kontralateral dan penekanan diafragma ipsilateral.
Estenne
dkk menyimpulkan bahwa meskipun terjadi perubahan fungsi paru pada penderita
EPG misalnya perubahan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) tetapi
perubahan itu saja belum memadai untuk dapat menjelaskan mekanisme sesak.
Mereka membuat hipotesis lain yaitu sesak napas terjadi karena berkurangnya
kemampuan meregang otot inspirasi akibat terjadi restriksi toraks oleh cairan.
Gejala lain adalah nyeri dada sebagai akibat reaksi inflamasi pada pleura
parietal terutama pada mesotelioma, batuk, batuk darah (pada karsinoma
bronkogenik), anoreksia dan berat badan turun.
Seperti
umumnya kanker yang lain, penyebab pasti kanker paru belum diketahui, tetapi
pajanan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik
merupakan faktor penyebab utama di samping adanya faktor lain seperti kekebalan
tubuh, genetik dan lain-lain. Beberapa kepustakaan telah menyebutkan bahwa
etiologi kanker paru sangat berhubungan dengan kebiasaan merokok. Beberapa
penelitian telah melaporkan tingginya insiden kanker paru pada perokok
dibandingkan dengan tidak merokok. Asap rokok mengandung sekitar 60 macam
karsinogen yang dapat menyebabkan mutasi DNA
4.
Pemeriksaan
Penunjang dan Diagnostik
Pemeriksaan
fisis bukan hanya berguna untuk menentukan lokasi dan perkiraan volume cairan
saja, tetapi untuk menemukan kelainan lain di tubuh penderita, misalnya tumor
di daerah leher, supraklavikula, aksila, payudara, dinding dada, intraabdomen
atau pembesaran prostat pada laki-laki. Dengan pemeriksaan yang teliti juga
dapat memprediksi kegawatan, misalnya tandatanda sindrom vena kava superior
(SVCS), karena penekanan oleh tumor. Tanda-tanda yang dapat ditemukan antara
lain edema pada wajah dan lengan kanan disertai peningkatan tekanan vena
jugularis dan tampak venektasi di dada. Masalah SVCS sering terjadi pada tumor
paru dan mediastinum yang kadang membutuhkan penatalaksanaan segera meskipun
diagnosis pasti belum dapat ditegakkan.
a. Pencitraan
Foto
toraks posteroanterior (PA) dibutuhkan untuk menyokong dugaan efusi pleura pada
pemeriksaan fisis dan jika volume cairan tidak terlalu banyak dibutuhkan foto
toraks lateral untuk menentukan lokasi cairan secara lebih tepat. Rerata volume
paru kebanyakan kasus EPG adalah 500-2000ml. Etiologi keganasan harus
dipikirkan bila didapatkan volume efusi pleura sangat banyak dan dikategorikan
masif atau pada foto toraks meskipun jumlah cairan masif tetapi tidak terlihat
pendorongan mediastinum.
Pada kasus dengan jumlah cairan sedikit atau
penyulit lain, USG toraks sangat membantu untuk memastikan cairan dan sekaligus
memberikan penanda (marker) lokasi untuk torakosentesis dan biopsi pleura. Pada
EPG dengan volume cairan sedikit dan tidak terlihat pada foto toraks dapat
dideteksi dengan CT-scan toraks dan sekaligus dapat melihat kelainan di
parenkim paru serta mediastinum dan pembesaran kelenjar getah bening. Magnetic
resonance imaging (MRI) tidak terlalu dibutuhkan kecuali untuk evaluasi
keterlibatan dinding dada atau ekstensi transdiafragmatik pada kasus
mesotelioma dan prediksi untuk pembedahan. Positron emission tomography (PET)
scan selalu positif pada EPG tetapi peran utamanya adalah untuk evaluasi
stadium lanjut mesotelioma ganas.
b. Torakosentesis,
biopsi pleura dan pemeriksaan patologi anatomi
Diagnosis
pasti EPG adalah dengan penemuan sel ganas pada cairan pleura (sitologi) atau
jaringan pleura (histologi patologi). Jumlah cairan pleura yang dibutuhkan
untuk mendapatkan sel ganas pada EPG, hasil akurat masih bervariasi. Sallact
dkk meneliti kepositifan sitologi berdasarkan volume cairan yang diperiksa
(0,2-10ml, 15-80ml, 100-775ml dan 800-2800ml) dan sensitiviti untuk
masing-masing kelompok adalah 53.9%, 52%, 46,9% dan 63,3%. Mereka juga
mendapatkan persentase hasil positif dipengaruhi asal tumor, 51,6% pasien
dengan tumor intratoraks primer dan 48% pada kasus metastasis tumor. Akurasi
hasil sitologi ini dapat ditingkatkan dengan melakukan torakosentesis ulang.
Meskipun terlihat sederhana prosedur punksi dan biopsi pleura harus dilakukan
oleh dokter yang telah mempunyai kompetensi untuk itu, mengingat risiko ringan
hingga fatal yang dapat saja terjadi.
c. Bronkoskopi
Jika
dengan pencitraan tidak ditemukan tumor primer intratoraks maka perlu dilakukan
bronkoskopi. Dengan menggunakan bronkoskop dapat dilihat tanda keganasan
(mukosa infiltratif atau tumor primer) pada lumen bronkus atau penekanan
dinding bronkus oleh massa sentral di rongga toraks. Dengan menggunakan
bronkoskop light imaging fluorescence endoscopy (LIFE) bahkan dapat dideteksi
lesi praneoplastik. Penting diingat sebaiknya bronkoskopi dilakukan setelah
usaha pengurangan volume cairan pleura telah dilakukan dengan maksimal sehingga
observasi intrabronkus dapat maksimal dan tidak terganggu dengan obstruksi
kompresi akibat tekanan efusi pleura yang masif.
d. Torakoskopi
medis
Indikasi
torakoskopi medik adalah untuk mengevaluasi efusi eksudatif yang tidak
diketahui penyebabnya, menentukan stage mesotelioma dan kanker paru, terapi EPG
dan efusi pleura rekuren. Teknik torakoskopi hampir sama dengan prosedur
video-assisted thoracic surgery (VATS) tetapi lebih sederhana, kurang invasif
dan dapat dilakukan dengan anestesi lokal atau dengan sedasi. Prosedur VATS
dengan biopsi pleura dapat meningkatkan kepastian diagnosis lebih dari 90%.
Hal
lain yang perlu diingat adalah untuk tidak terlalu memfokuskan perhatian hanya
pada usaha pencarian tumor primer di paru dengan melupakan atau menunda-nunda
pencarian kemungkinan primer di organ di luar paru. Pada kasus primer bukan di
paru, prosedur diagnosis untu tumor primer harus melibatkan spesialisasi lain
termasuk untuk penatalaksanaannya nanti. Apabila tumor primer di paru dapat
ditemukan maka ditegakkan diagnosis kanker paru dengan stage yang sesuai. Jika
tumor primer di paru tidak ditemukan tetapi pada organ lain ditemukan maka EPG
didiagnosis dan diperlakukan sebagai metastasis tumor di paru. Pada beberapa
kasus EPG dan tidak ditemukan tumor primer di paru maupun di luar paru maka
dianggap EPG disebabkan oleh tumor paru. Ketentuan khusus di Departemen
Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI dan PDPI untuk hasil pemeriksaan
patologi anatomi pada kasus EPG dengan tumor paru primer adalah, jika hanya
hasil sitologi positif maka diklasifikasikan stage IIIB (T4) tetapi bila hasil
histologi biopsi pleura yang positif maka diklasifikasikan stage IV
(M1=metastasis di pleura). Tetapi perbedaan itu tidak terlalu mempengaruhi
prognosis dan penatalaksanaan meskipun kemungkinan untuk terjadi down staging
pada IIIB masih mungkin terjadi setelah kemoterapi dilakukan >2 siklus.
Staging KPKBSK berdasarkan pedoman diagnosis dan penatalaksanaan terbaru untuk
pasien dengan efusi pleura adalah Stage IV.A.
5.
Penatalaksanaan
Medis dan Keperawatan
a.
Penatalaksanaan
Medis
Penatalaksanaan
EPG harus segera dilakukan sebagai terapi paliatif setelah diagnosis dapat
ditegakkan. Tujuan utama penatalaksanaan segera ini adalah untuk mengatasi
keluhan akibat volume cairan dan meningkatkan kualiti hidup penderita. Pada
pedoman penatalaksanaan KPKBSK menurut PDPI, EPG dengan cairan masif yang
menimbulkan gejala klinis sehingga mengganggu kualiti hidup penderita maka
dapat dilakukan torakosentesis berulang atau jika perlu dengan pemasangan water
sealed drainage (WSD).
Pada
kasus-kasus tertentu harus dilakukan pleurodesis yaitu dengan memasukkan bahan
tertentu ke rongga pleura. Intervensi bedah dilakukan jika semua usaha telah
dilakukan dan gagal. Pada EPG yang tidak masif dan gejala klinis ringan terapi
khusus tidak dibutuhkan. Efek terapi diharapkan timbul dari pemberian kemoterapi
yang menjadi pilihan terapi kanker paru. Pilihan kemoterapi berdasarkan jenis
sel kanker paru (KPKBSK atau KPKSK), stage penyakit dan tampilan pasien.
Kemoterapi adalah pilihan terapi dengan tujuan paliatif untuk KPKSK dan KPKBSK
stage IIIB dan IV. Jika EPG disebabkan tumor lain di luar paru maka
penatalaksanaan EPG hanya untuk mengatasi masalah klinis di paru yang
ditimbulkan. Tindakan yang dilakukan sama dengan penatalaksanaan EPG masif pada
kanker paru. Sedangkan jika EPG dengan klinis ringan terapi berdasarkan tumor
primer penyebab. Alur penatalaksanaan dapat dilihat pada gambar :
Volume
cairan yang harus dikeluarkan saat torakosentesis pada EPG massif tidak baku
untuk semua kasus, untuk memutuskan jumlah cairan yang akan dikeluarkan penting
diperhatikan reaksi tubuh pasien, umumnya tidak dianjurkan mengeluarkan >
1.500 ml satu kali punksi untuk mencegah terjadi syok karena hipovolemik
mendadak dan/ atau reaksi pemutaran organ mediastinum (jantung). Pengosongan
dalam jumlah banyak dan tiba-tiba juga dapat menyebabkan terjadi peningkatan
permeabiliti kapiler sehingga menyebabkan edema paru reekspansi. Demikian juga
pada kondisi jika harus dilakukan pemasangan WSD, pada awalnya dilakukan
pengaliran secara bertahap dengan jumlah 100-300 ml per 4 jam sampai terjadi
produksi harian yang stabil pada posisi WSD terpasang dan aliran tetap terbuka.
Rekomendasi dari BTS tentang torakosentesis pada EPG; melakukan punksi berulang
untuk mengatasi sesak napas dan WSD hanya dianjurkan bila direncanakan akan dilakukan
pleurodesis untuk mencegah terjadi rekurensi. Pada kondisi cairan yang terus
diproduksi dilakukan usaha untuk mengurangi produksi cairan dengan target sel
tumor yang ada di rongga pleura (kemoterapi intrapleura). Biasanya dilakukan
setelah volume cairan yang diproduksi sudah tidak terlalu banyak (< 400
ml/hari). Jenis obat yang sering digunakan untuk tujuan itu adalah bleomisin
dengan dosis 45-60 mg/kali atau adriamisin 45 mg/kali.
b.
Penatalaksanaan
Keperawatan
Perawatan
WSD mempunyai tujuan untuk menghindari adanya komplikasi dan meningkatkan pengembangan
paru secara optimal (Muttaqin. A, 2008). Pada asuhan keperawatan klinik perawat
sering melakukan perawatan WSD pada berbagai pasien yang mempunyai masalah pada
rongga thorax. Kondisi ini memberikan dampak terhadap semakin komprehensifnya
peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang mempunyai
masalah pada ekspansi paru, sehingga diperlukan perawat yang mempunyai
pengetahuan dan keterampilan dalam memberikan pelayanan keperawatan.
Pasien
yang dipasang selang WSD berarti mempunyai masalah dengan ekspansi paru, baik
karena penyakit efusi pleura, hemothoraks pneumotoraks maupun empiema.
Pelaksanaan perawatan WSD sangat penting di mana dalam prosesnya bertujuan agar
paru yang mengalami kolaps dapat mengembang kembali. Bila perawatan WSD tidak
optimal akan menyebabkan pengembangan paru menjadi lambat, hari rawat menjadi
panjang dan akan menambah biaya perawatan dan pengobatan selama di rumah sakit.
Lebih jauh bisa berakibat fatal dan akan membahayakan jiwa pasien di mana paru
menjadi kolaps sehingga terjadi gagal napas dan dapat menyebabkan kematian.
1). Persiapan
Alat
a)
Satu buah meja dengan
satu set bedah minor
b)
Botol WSD berisi
larutan bethadin yang telah diencerkan dengan NaCl 0,9% dan ujung selang
terendam sepanjang dua cm.
c)
Kasa steril dalam
tromol
d)
Korentang
e)
Plester dan gunting
f)
Nierbekken/kantong
balutan kotor
g)
Alkohol 70%
h)
Bethadin 10%
i)
Handscoon steril
2). Persiapan
Pasien dan Lingkungan
a)
Pasien dan keluarga diberikan penjelasan
tentang tindakan yang akan dilakukan
b)
Memasang sampiran disekeliling tempat
tidur
c)
Membebaskan pakaian pasien bagian atas
d)
Mengatur posisi setengah duduk atau
sesuai kemampuan pasien
e)
Alat-alat didekatkan ke tempat
tidur pasien.
3). Pelaksanaan
Perawatan WSD
a)
Perawat mencuci tangan, kemudian
memasang handscoon
b)
Membuka set bedah minor steril
c)
Membuka balutan dengan menggunakan
pinset secara hati-hati, balutan kotor dimasukkan ke dalam
nierbekken
d)
Mendisinfeksi luka dan selang dengan
bethadin 10% kemudian dengan alkohol 70% .Menutup luka dengan kasa steril
yang sudah dipotong tengahnya kemudian diplester
e)
Selang WSD diklem
f)
Melepaskan sambungan antara selang WSD
dengan selang botol
Ujung selang WSD dibersihkan dengan alkohol 70%, kemudian selang WSD dihubungkan dengan selang penyambung botol WSD yang baru
Ujung selang WSD dibersihkan dengan alkohol 70%, kemudian selang WSD dihubungkan dengan selang penyambung botol WSD yang baru
g)
Klem selang WSD dibuka
h)
Anjurkan pasien untuk menarik napas
dalam dan bimbing pasien cara batuk efektif. Latih dan anjurkan pasien untuk
secara rutin 2-3 kali sehari melakukan latihan gerak pada persendian bahu
daerah pemasangan WSD.
i)
Merapikan pakaian pasien dan
lingkungannya, kemudian membantu pasien dalam posisi yang paling nyaman
j)
Membersihkan alat-alat dan botol WSD
yang kotor, kemudian di sterilisasi kembali
k)
Membuka handscoon dan mencuci tangan
l)
Menulis prosedur yang telah dilakukan
pada catatan perawatan.
4). Evaluasi
Pelaksanaan WSD
Evaluasi keadaan umum :
o
Observasi keluhan pasien
o
Observasi gejala sianosis
o
Observasi tanda perdarahan dan rasa
tertekan pada dada
o
Observasi apakah ada krepitasi pada
kulit sekitar selang WSD
o
Observasi tanda-tanda vital.
Evaluasi ekspansi paru meliputi :
o
Melakukan anamnesa
o
Melakukan Inspeksi paru setelah selesai
melakukan perawatan WSD
o
Melakukan Palpasi paru setelah
selesai melakukan perawatan WSD
o
Melakukan Perkusi paru setelah selesai
melakukan perawatan WSD
o
Melakukan Auskultasi paru setelah
selesai melakukan perawatan WSD
o
Foto thoraks setelah dilakukan
pemasangan selang WSD dan sebelum selang WSD di lepas.
Evaluasi WSD meliputi :
o
Observasi undulasi pada selang WSD
o
Observasi fungsi suction countinous
o
Observasi apakah selang WSD tersumbat
atau terlipat
o
Catat jumlah cairan yang keluar dari
botol WSD
o Pertahankan ujung selang dalam botol WSD agar selalu berada 2 cm di
bawah air. Pertahankan agar botol WSD selalu lebih rendah dari tubuh
o
Ganti botol WSD setiap hari atau bila
sudah penuh
6.
Komplikasi
Efusi
pleura adalah kondisi yang membahayakan fungsi paru-paru dengan mencegah
perluasan penuh pernafasan. Efusi yang telah berlangsung lama dapat secara
permanen menurunkan fungsi paru; itu mungkin terkait dengan jaringan parut
paru-paru. Efusi jika tidak diawetkan dan diijinkan berdiri untuk waktu yang
lama bisa terinfeksi yang mengarah ke empiema (akumulasi nanah). Komplikasi
pada efusi pleura meliputi : emboli paru, edema paru, pneumothoraks dan
hemathoraks, pendorongan mediastinum infark paru, pleura shok.
B.
Laporan
Teoritis Asuha Keperawatan
1.
Pengkajian
a.
Data Awal
1). Riwayat
Kesehatan Sekarang
yaitu panas tinggi dan
nyeri pada dada pleuritik. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya tanda-tanda
cairan dalam rongga pleura. Bila stadium ini dibiarkan sampai beberapa minggu
maka akan timbul toksemia, anemia, dan clubbing finger.
2). Riwayat
Kesehatan Dahulu
Riwayat kesehatan masa
lalu : pernah mengalami radang paru-paru (pneumonia), meningitis (radang
selaput otak) dan infeksi darah (sepsis).
3). Riwayat
Kesehatan Keluarga
Perlu ditanyakan
apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakitpenyakit yang disinyalir
sebagai penyebab efusi pleura seperti Ca paru, asma, TB paru dan lain sebagainya.
b.
Pola Pengkajian Gordon
1). Pola
Persepsi Kesehatan atau Penanganan Kesehatan
Menggambarkan persepsi,
pemeliharaan dan penanganan kesehatan. Persepsi terhadap arti kesehatan, dan
penatalaksanaan kesehatan, kemampuan menyusun tujuan, pengetahuan tentang
praktek kesehatan.
2). Pola
Nutrisi Metabolik
Perubahan pola makan
dan minum karena pada pasien dengan empiema sering tidak nafsu makan karena
terganggu oleh sesak dan batuk.
3). Pola
Eliminasi
Defekasi berkurang
karena asupan nutrisi berkurang
4). Pola
Aktivitas dan Latihan
Pasien tidak bisa
beraktivitas karena mengalami dispnea pada saat beraktivitas
5). Pola
tidur dan istirahat
Pasien mengalami
ganguan pada tidur karena batuk dan sesak yang dialami pasien
6). Kognitif
Persepsi
Pada pasien biasanya
tidak mengalami kelainan
7). Persepsi
dan Konsep Diri
Mengkaji tentang
persepsi klien terhadap penyakitnya. Persepsi dan cara memandang diri yang
salah akan menjadi stressor dalam kehidupan klien. Misalnya : klien takut
dijauhi orang lain karena penyakitnya
8). Peran
Hubungan
Hubungan
ketergantungan, kurang sistem pendukung. Mengakaji
bagaimana cara klien menyasuaika kondisinya dengan orang lain seperti
lingkungan keluarga, masyarakat ataupun lingkungan kerja serta perubahan peran
yang terjadi setelah klien mengalami serangan efusi pleura
9). Seksualitas
Pada klien efusi
pleura, intoleransi aktivitas klien di batasi, sehingga klien tidak dapat
berhubungan intim.
10). Koping
toleransi
Adanya perasaan stres
karena penyakit yang diderita sehingga dukungan keluarga sangat berarti untuk
mengatasi stres
11). Nilai
Kepercayaan
ketaatan klien terhadap
agama.
c.
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik yang dapat
ditemukan pada pasien yaitu
· Keadaan umum : demam, berkeringat, pucat, compos mentis, ketakutan,
gelisah, penurunan BB, dispnea, lemah.
·
Pemeriksaan TTV
RR : >24 x/mnt,
Nadi : >100 x/mnt,
TD : >120/70 mmHg
Suhu : >36,5 oC
·
Pemeriksaan kepala dan
leher : batuk produktif, pernafasan cuping hidung
·
Pemeriksaan sistem
pernafasan
·
Inspeksi : terlihat ekspansi
dada simetris, tampak sesak nafas, tampak penggunaan otot bantu nafas
·
Palpasi : vocal premitus
menurun
·
Perkusi : pekak dan redup
Adapun
suara-suara yang dijumpai pada perkusi adalah :
Sonor :
suara perkusi jaringan yang normal.
Redup :
suara perkusi jaringan yang lebih padat, misalnya di daerah paru-paru pada
pneumonia.
Pekak :
suara perkusi jaringan yang padat seperti pada perkusi daerah jantung, perkusi
daerah hepar.
Hipersonor/timpani
: suara perkusi pada daerah yang lebih berongga kosong, misalnya daerah caverna
paru, pada klien asthma kronik.
·
Auskultasi : bunyi nafas
menghilang atau tidak terdengar diatas yang terkena.
Rales :
suara yang dihasilkan dari eksudat lengket saat saluran-saluran halus
pernafasan mengembang pada inspirasi (rales halus, sedang, kasar). Misalnya
pada klien pneumonia, TBC.
Ronchi :
nada rendah dan sangat kasar terdengar baik saat inspirasi maupun saat
ekspirasi. Ciri khas ronchi adalah akan hilang bila klien batuk. Misalnya pada
edema paru.
Wheezing
: bunyi yang terdengar “ngiii….k”. bisa dijumpai pada fase inspirasi maupun
ekspirasi. Misalnya pada bronchitis akut, asma.
Pleura
Friction Rub ; bunyi yang terdengar “kering” seperti suara gosokan amplas pada
kayu. Misalnya pada klien dengan peradangan pleura.
·
Pemeriksaan abdomen :
peristaltic usus < 8 x/mnt
2.
Perumusan
Diagnosa NANDA, NIC, dan NOC
No
|
Diagnosa
|
NOC
|
NIC
|
1
|
Ketidakefektifan
Bersihan Jalan Nafas b/d peningkatan produksi sputum
(NANDA-00031)
|
Status
Pernafasan: Kepatenan Jalan Nafas
Definisi
:
Saluran trakeobronkial yang terbuka dan lancar untuk pertukaran udara.
Indikator
: (1 deviasi
berat dari kisaran normal – 5 tidak ada deviasi dari kisaran normal)
·
Frekuensi pernafasan
·
Irama pernafasan
·
Kedalaman inspirasi
·
Kemampuan untuk mengeluarkan sekret
·
Suara nafas tambahan
·
Akumulasi sputum
·
batuk
Tingkat
Kecemasan
Definisi
: Keparahan
dari tanda-tanda ketakutan, ketegangan, atau kegelisahan yang berasal dari
sumber yang tidak dapat diidentifikasi,
Indikator
: (1 Berat – 5
Tidak ada)
· tidak
dapat beristirahat
· distress
· perasaan
gelisah
· otot
tegang
· wajah
tegang
· kesulitan
berkonsentrasi
· rasa
takut disampaikan secara lisan
· peningkatan
frekuensi nadi, pernafasan
|
Manajemen
Jalan Nafas
Aktivitas-aktivitas:
· Buka
jalan nafas dengan teknik chin lift
atau jaw thrust, sebagaimana mestinya
· Posisikan
pasien untuk memaksimalkan ventilasi
· Identifikasi
kebutuhan aktual/potensial pasien untuk memasukkan alat membuka jalan nafas
· Buang
sekret dengan memotivasi pasien untuk melakukan batuk atau menyedot lendir
· Motivasi
pasien untuk bernafas pelan-pelan, dalam, dan batuk
· Instruksikan
bagaimana bisa agar bisa melakukan batuk efektif
· Auskultasi
suara nafas, catat area ventilasinya menurun atau tidak ada dan adanya suara
tambahan
· Posisikan
untuk meringankan sesak nafas
· Monitor
status pernafasan dan oksigenasi, sebagaimana mestinya
Pengurangan
Kecemasan
Aktivitas-aktivitas:
· Gunakan
pendekatan yang tenang dan meyakinkan
· Nyatakan
dengan jelas harapan dan perilaku klien
· Jelaskan
semua prosedur termasuk sensasi yang akan dirasakan yang mungkin akan dialami
klien selama prosedur
· Berikan
informasi faktual terkait diagnosis, perawatan, dan prognosis
· Berada
di sisi klien untuk meningkatkan rasa aman dan mengurangi ketakutan
· Dengarkan
klien
· Dorong
verbalisasi perasaan, persepsi, dan ketakutan
· Bantu
klien mengindentifikasi situasi yang memicu kecemsan
· Kontrol
stimulus untuk kebutuhan klien secara tepat
· Kaji
untuk tanda verbal dan nonverbal kecemasan
|
2
|
Ketidakefektifan
pola nafas b/d dispneu, ansietas, posisi tubuh
|
Status
Pernafasan
Definisi:
Proses keluar masuknya udara keparu-paru serta pertukaran karbondioksida dan
oksigen diambil
Indikator: (1 Deviasi berat dari kisaran normal –
5 tidak ada deviasi dari kisaran normal)
· Frekuensi
pernafasan
· Irama
pernafasan
· Kedalaman
inspirasi
· Suara
auskultasi nafas
· Volume
tidal
· Kapasitas
vital
Respon
Penyapihan Ventilasi Mekanik: Dewasa
Definisi:
Penyesuaian
pernafasan dan psikologis untuk pengangkatan ventilasi mekanik progresif
Indikator:
(1 Deviasi
berat dari kisaran normal – 5 tidak ada deviasi dari kisaran normal)
· Tingkat
pernafasan spontan
· Irama
pernafasan spontan
· Kedalaman
pernafasan spontan
· Apikal
denyut jantung apikal
· Saturasi
oksigen
· Arteri
pH
|
Monitor
Pernafasan
Aktivitas-aktivitas:
·
Monitor kecepatan, irama, kedalaman,
dan kesulitan bernafas
·
Catat pergerakan dada, catat
ketidaksimetrisan, penggunaan otot-otot bantu nafas,
·
Monitor suara nafas tambahan seperti
ngorok atau mengi
·
Monitor pola nafas
·
Monitor saturasi oksigen
·
Pasang sensor pemantauan oksigen
non-invasif dengan mengatur alarm pada pasien berisiko tinggi sesuai dengan
prosedur tetap yang ada
·
Monitor kelelahan otot-otot diapragma
dengan pergerakan parasoksial
·
Auskultasi suara nafas, catat area
dimana terjadi penurunan atau tidak adanya ventilasi dan keberadaan suara nafas
tambahan
·
Kaji perlunya penyedotan pada jalan
nafas dengan auskultasi suara nafas ronki di paru.
Terapi
Oksigen
Aktivitas-aktivitas:
·
Bersihkan mulut, hidung, dan sekresi
trakea dengan tepat
·
Pertahankan kepatenan jalan nafas
·
Siapkan peralatan oksigen dan berikan
melalui sistem humidifier
·
Monitor aliran oksigen
·
Monitor efektifitas terapi oksigen
dengan tepat
·
Amati tanda-tanda hipoventilasi
induksi oksigen
·
Monitor kecemasan pasien yang
berkaitan dengan kebutuhan mendapatkan terapi oksigen
|
3
|
Gangguan pertukaran gas b/d perubahan
membran kapiler aveolar
(NANDA-00030)
|
Respon
Ventilasi Mekanik: Dewasa
Defenisi:
Pertukaran
alveolar dan perfusi jaringan secara efektif
yang didukung oleh ventilasi secara mekanik
Indikator:
(1 Deviasi
berat dari kisaran normal – 5 Tidak ada deviasi dari kisaran normal)
·
Tingkat pernafasan
·
Irama pernafasan
·
Kedalaman inspirasi
·
Kapasitas inspirator
·
Volume tidal
·
Kapasitas tidal
·
Perfusi jaringan perifer
Status
Pernafasan: Pertukaran Gas
Defenisi:
Pertukaran
karbondioksida dan oksiden di alveli untuk mempertahankan konsentrasi darah
arteri.
Indikator:
(1 Deviasi
berat dari kisaran normal – 5 tidak ada deviasi dari kisaran normal)
· Tekanan
parsial oksigen di dalam darah (PaO2)
· Tekanan
parsial karbondioksida di darah arteri (PaCO2)
· Saturasi
oksigen
· Keseimbangan
ventilasi dan perfusi
|
Manajemen
Asam Basa
Aktivitas-aktivitas:
· Pertahankan
kepatenan jalan nafas
·
Posisikan klien untuk mendapatkan
ventilasi yang adekuat
·
Pertahankan kepatenan akses selang IV
·
Monitor kecenderungan pH arteri,
PaCO2, dan HCO3 dalam rangka mempertimbangkan jenis ketidakseimbangan yang
terjadi
·
Pertahankan pemeriksaan berkala
terhadap pH arteri dan plasma elektrolit untuk membuat perencanaan perawatan
yang akurat
·
Monitor gas arteri, level, serta urin
elektrolit jika diperlukan
·
Monitor penyebab potensial sebelum
memberikan perawatan ketidakseimbangan asam basa, dimana akan lebih efektif
untuk merawat penyebabnya
·
Monitor intake dan output
·
Berikan terapi oksigen dengan tepat
Monitor
Pernafasan
Aktivitas-aktivitas:
·
Monitor kecepatan, irama, kedalaman,
dan kesulitan bernafas
·
Catat pergerakan dada, catat
ketidaksimetrisan, penggunaan otot-otot bantu nafas,
·
Monitor suara nafas tambahan seperti
ngorok atau mengi
·
Monitor pola nafas
·
Monitor saturasi oksigen
·
Pasang sensor pemantauan oksigen
non-invasif dengan mengatur alarm pada pasien berisiko tinggi sesuai dengan
prosedur tetap yang ada
·
Monitor kelelahan otot-otot diapragma
dengan pergerakan parasoksial
·
Auskultasi suara nafas, catat area
dimana terjadi penurunan atau tidak adanya ventilasi dan keberadaan suara
nafas tambahan
·
Kaji perlunya penyedotan pada jalan
nafas dengan auskultasi suara nafas ronki di paru.
|
Daftar Pustaka
Brunner
& Suddarth.(2000).Keperawatan Medikal
Bedah. Jakarta: EGC.
Dochterman,
J. M., & Bulechek,G. M. (2014). Nursing Interventions Classifcation(NIC).
America : Mosby Elsevier.
Moorhead,
S., Johnson, M., & Swanson, L. (2014) Nursing Outcomes Classsifcation (NOC).
America : Mosby Elsevier.
Muttaqin,
A. (2008). Asuhan Keperawatan Klien
dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika.
Nanda
International. (2015). Diagnosa Keperawatan : defenisi dan klasifikasi
2015-2017. Jakarta : EGC.
Price,
S.A .(1995). Patofisiologi:Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit Edisi 4.Jakarta : EGC.
Price,
A & Wilson, M. (2005). Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6. Jakarta : EGC.
Somantri,
I. (2009). Asuhan Keperawatan pada Klien
dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Wilkinson, J. M. (2006). Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Jakarta : EGC.